Find Us On Social Media :

Kanker Paru di Indonesia Banyak Dialami Usia Muda, Skrining dan Deteksi Dini Diperlukan

Kebiasaan merokok jadi faktor risiko utama kanker paru.

GridHEALTH.id - Skrining dan deteksi dini kanker paru adalah upaya yang penting dilakukan.

Pasalnya, dibandingkan dengan jenis kanker lainnya, kanker paru menjadi penyebab kematian yang tertinggi.

Berdasarkan data dari Global Burden of Cancer Study (GLOBOCAN), terdapat 1,8 juta kematian akibat kanker paru di seluruh dunia.

Direktur P2PTM Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Eva Susanti mengatakan, kondisi serupa juga terjadi di Indonesia. Di mana, ada sekitar 30.000 kematian akibat kanker paru per tahun.

Tak hanya soal harapan hidup, prevalensi kanker paru juga nampak terjadi pada usia muda di Indonesia dan ini berdampak pada produktivitas.

Ketua POKJA Onko PDPI dr. Sita Laksmi Andarini mengatakan, dibandingkan dengan luar negeri, usia pasien kanker ini 5-10 tahun lebih muda.

"Kalau di luar negeri yang kena kanker paru rata-rata usianya 65-68 tahun," ujarnya dalam konferensi pers Konsensus Nasional Baru Mengenal Skrining Kanker Paru di Indonesia, pada Rabu (23/8/2023).

"Di Indonesia rata-rata kanker paru usia 58 tahun, bahkan sekarang banyak sekali usia 40-an sudah kanker paru," sambungnya.

Kenapa Kasus Kanker Paru Tinggi?

Merokok, merupakan faktor risiko kanker paru yang paling utama. Diketahui sebagian pengidap kanker ini mempunyai kebiasaan merokok.

Di Indonesia alasan mengapa kebanyakan kasusnya terjadi pada usia produktif, menurut dokter Sita karena usia mulai merokok yang jauh lebih muda.

Sedangkan penyebab jumlah kematian yang tinggi, yakni karena kebanyakan pasien datang saat sudah stadium lanjut.

Baca Juga: Waspadai 7 Ciri Paru Tidak Sehat, Jika Mengalaminya Segera ke Dokter!

Padahal, jika terdeteksi pada stadium awal, kemungkinan untuk sembuh masih tinggi.

"Kalau stadium dini bisa dibedah dan dikatakan sembuh atau curable. Kalau stadium 3 dan lainnya tidak bisa dibedah, jadi harus tatalaksana lebih lanjut," jelas dokter Sita.

Skrining dan Deteksi Dini

Untuk meningkatkan kualitas dan harapan hidup, maka skrining dan deteksi dini sangat diperlukan.

Ketua Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO) Prof. DR. dr. Elisna Syahrudin, mengatakan kanker paru butuh proses yang panjang, paling cepat terjadi dalam kurun waktu 10 tahun dari kondisi sehat.

"Karena proses sel normal menjadi kanker itu butuh waktu yang panjang. Di sanalah, bisa melakukan pencegahan melalu skrining dan deteksi dini," jelasnya.

Deteksi dini dilakukan pada orang-orang dengan gejala, sedangkan skrining terhadap orang dalam kondisi sehat.

Skrining direkomendasikan menggunakan tomografi komputer berdosis rendah (LDTC), yang menggunakan komputer dengan sinar-x berdosis rendah.

Hasilnya berupa gambar untuk membantu mendeteksi kelainan paru-paru. Di Amerika Serikat, alat ini mampu menekan angka kematian akibat kanker paru sekitar 247 kematian per 100.000 orang per tahun.

Adapun kelompok yang direkomendasikan untuk skrining kanker paru, masuk dalam kategori berikut:

* Berusia 45-71 tahun.

* Mempunyai riwat paparan asap rokok: perokok aktif, bekas perokok kurang dari 15 tahun, dan perokok pasif.

* Ada riwayat kanker paru dalam keluarga: ayah/ibu/saudara kandung. (*)

Baca Juga: Tangan Sering Berkeringat, Benarkah Tanda Penyakit Paru Basah?