"Gejala aritmia ada banyak, pusing saja bisa menjadi gejala aritmia, pingsan juga salah satu gejala yang cukup sering kita temukan akibat aritmia, dan yang paling sering adalah rasa berdebar," kata dr. Sunu Budi Raharjo, Sp.JP(K), PhD, Ketua InaHRS dan Perhimpunan Aritimia Indonesia (PERITMI).
Melihat risiko komplikasinya yang serius, maka kondisi perlu dilakukan penanganan yang tepat, sehingga tidak terjadi stroke ataupun henti jantung.
Tantangan Pengobatan Aritmia Jantung di Indonesia
Terdapat beberapa metode penanganan penyakit ini, misalnya dengan pemberian obat-obatan. Akan tetapi, ini hanya berfungsi untuk meredam kemunculan aritmia tapi tidak menyembuhkannya.
Metode yang lainnya yakni dengan kateter ablasi, tindakan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah ke jantung.
Kemudian ada pula pemasangan alat Implantable Cardioveter Defibrillator (ICD), yang ditanam di dalam tubuh untuk memonitor irama jantung.
"Bila terjadi aritmia yang bisa menyebabkan henti jantung, dia akan bekerja dengan memacu atau mengejut jantung, memberikan syok listrik ke jantung," jelas dokter Dicky.
Ada sejumlah tantangan yang menyebabkan keterbatasan kuota, sehingga terjadi antrean pengobatan hingga 2025 mendatang, di antaranya:
1. Jumlah dokter spesialis yang menangani penyakit ini jumlahnya lebih sedikit dibanding kebutuhan.
"Hanya ada 46 dokter spesialis Jantung dan Pembuluh Darah ahli aritmia di Indonesia sampai tahun 2023," kata dokter Sunu.
2. Akses masyarakat terhadap tatalaksana artimia yang masih sangat buruk. Ini menyebabkan tindakan Ablasi FA dan ICD di Tanah Air masih jauh dibandingkan negara-negara tetangga.
Pada 2021 jumlah tindakan Ablasi FA hanya sekitar 84 dan pemasangan ICD di tahun yang sama sekitar 66 tindakan.
"Hal ini menunjukkan masih minimnya akses yang diperoleh pasien-pasien aritmia di tanah air untuk mendapatkan pelayanan yang standar untuk penyakitnya. Padahal, kedua tindakan tersebut jelas akan meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia pasien," pungkasnya. (*)
Baca Juga: 5 Kebiasaan Ini Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung, Sering Terabaikan