"Karena mereka penduduknya lebih concern terhadap hygiene atau kenyamanan. Jadi, ada masalah, (langsung) lapor," kata Dicky saat dihubungi GridHEALTH, Senin (27/11/2023).
Kedua juga disebabkan oleh sistem pelaporan yang berkembang, sehingga kasusnya lebih cepat diketahui oleh masyarakat secara luas.
Ketiga, berhubungan dengan kemampuan bertahan kutu busuk yang ada saat ini.
"Sebetulnya tidak lepas dari kesalahan yang dipilih oleh pengambil kebijakan dalam sektor kesehatan empat dekade lalu, dalam konteks mengatasi kutu busuk saat ini," katanya.
Dijelaskan pada 1980-an, kutu busuk menjadi masalah di sejumlah negara dan mengganggu kenyamanan orang-orang.
Untuk mengatasinya, digunakan insektisida yang mampu membuat sebagian besar bed bugs mati.
"Tapi ternyata, kutu busuk sudah mengalami mutasi. Mengalami evolusi dan ternyata (yang ada saat ini) adalah generasi yang lolos, survive ketika pembasmian massal tahun 1980-an," jelas Dicky Budiman.
Ia melanjutkan, "Sehingga yang saat ini ada resisten terhadap insektisida dan pestisida."
Di sisi lain, globalisasi juga memengaruhi laporan kasus kutu busuk di berbagai negara, memungkinkan terjadinya kawin silang.
"Yang ada saat ini selain lebih resisten, lebih subur, lebih tahan juga bisa berbulan-bulan tanpa makan bisa bertahan," pungkasnya.
Faktor-faktor itulah yang menyebabkan belakangan banyak dilaporkan serangan kutu busuk dari negara-negara di Eropa maupuan Asia. (*)
Baca Juga: Kutu Kuku: Penyebab, Gejala, dan Cara Mengobatinya dengan Efektif