GridHEALTH.id - Demam berdarah adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue.
Demam berdarah dapat mengakibatkan gejala yang serius dan bahkan berpotensi mengancam nyawa jika tidak diobati dengan tepat.
Belakangan ini kasus demam berdarah sedang tinggi di Indonesia dan atas hal tersebut muncul anggapan bahwa ada keterkaitan tingginya angka kasus tersebut dengan penyebaran nyamuk wolbachia yang dilakukan tahun lalu.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu menegaskan bahwa penyebaran nyamuk yang membawa bakteri wolbachia tidak memiliki pengaruh terhadap keganasan nyamuk Aedes aegypti, yang menjadi penyebab demam berdarah.
Dikutip dari laman Kemenkes, menurutnya meskipun nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi wolbachia telah disebarkan di beberapa daerah, karakteristik dan gejala yang dihasilkan tetap sama dengan nyamuk yang belum terinfeksi.
Gejala yang ditimbulkan pada manusia yang terkena gigitan nyamuk Aedes aegypti juga tidak berbeda, termasuk demam tinggi, nyeri otot, mual, muntah, sakit kepala, mimisan, dan gusi berdarah.
Dirjen Maxi menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam jumlah nyamuk Aedes aegypti sebelum dan setelah penyebaran wolbachia.
Hingga saat ini, penyebaran nyamuk ber-wolbachia telah dilakukan di lima kota, yaitu Semarang, Kupang, Bontang, Bandung, dan Jakarta Barat, dengan pertimbangan kesiapan pihak terkait dan masyarakat setempat.
Meskipun penyebaran sudah dilakukan di beberapa wilayah, masih ada kecamatan atau kelurahan tertentu yang belum terjangkau.
Hasil pemantauan di lima kota tersebut menunjukkan bahwa setelah penyebaran wolbachia, hanya sekitar 20 persen populasi nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi wolbachia, yang masih di bawah target ideal sebesar 60 persen.
Baca Juga: Nyamuk Wolbachia di Yogyakarta Diklaim Sukses, Catat Kota-kota Lainnya Untuk Penyebaran Nyamuk
Dirjen Maxi menjelaskan bahwa setelah mencapai target 60 persen, ember nyamuk ber-wolbachia akan ditarik kembali, dan penurunan kasus demam berdarah baru akan terlihat setelah beberapa tahun.
Strategi ini telah terbukti efektif di Kota Yogyakarta, di mana penggunaan nyamuk ber-wolbachia berhasil menurunkan angka kasus demam berdarah secara signifikan.
Penelitian teknologi wolbachia telah dilakukan selama 12 tahun di Yogyakarta, dengan melibatkan beberapa tahap penelitian yang meliputi kelayakan, pelepasan skala terbatas, pelepasan skala luas, dan implementasi.
Studi pertama aplikasi wolbachia dilakukan dengan desain Cluster Randomized Controlled Trial (CRCT), yang merupakan desain dengan standar tertinggi.
Rekomendasi penggunaan nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia telah dikeluarkan oleh WHO sebagai bagian dari Vector Control Advisory Group (VCAG) pada tahun 2023.
Meskipun demikian, masyarakat diimbau untuk tetap menerapkan upaya pencegahan seperti Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus, termasuk menguras tempat penampungan air, menutup tempat-tempat tersebut, dan mendaur ulang barang-barang yang dapat menjadi tempat berkembang biak bagi nyamuk Aedes aegypti.
Cara Kerja Nyamuk Wolbachia
Prinsip kerja teknologi ini adalah dengan memanfaatkan bakteri alami Wolbachia yang umumnya ditemukan pada sekitar 60% serangga.
Bakteri tersebut kemudian diintroduksi ke dalam nyamuk Aedes aegypti, di mana bakteri ini akan berkembang biak dan menghasilkan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi Wolbachia.
Seiring waktu, populasi nyamuk Aedes aegypti akan berkurang secara bertahap dan digantikan oleh populasi nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi Wolbachia.
Ketika nyamuk tersebut menggigit, nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi Wolbachia tidak akan mentransmisikan virus demam berdarah kepada manusia. Hal ini karena pertumbuhan virus dengue dalam tubuh nyamuk berhasil dicegah oleh keberadaan bakteri Wolbachia.
Baca Juga: Mengapa Pasien DBD Butuh Transfusi Darah? Ini Kriteria dan Prosedur Pemberiannya