GridHEALTH.id - Data terbaru angka stunting di Indonesia mengungkapkan bahwa prevalensi stunting dari tahun 2022 ke 2023 hanya turun 0,1 persen menjadi 21,5 persen.
Padahal, arahan Presiden Joko Widodo adalah angka prevalensi stunting di Indonesia pada 2024 ada di 14%.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengajukan permintaan bagi semua pihak untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program penanganan stunting yang telah dijalankan, meliputi pencapaian, pembelajaran, dan rekomendasi yang dihasilkan.
Ma'ruf pun meminta faktor-faktor yang menyebabkan capaian penurunan stunting melambat dalam dua tahun terakhir diidenfitikasi dan dinavigasi.
Lebih lanjut, Ma'ruf juga menginginkan identifikasi dan penanganan faktor-faktor yang memperlambat penurunan stunting selama dua tahun terakhir dilakukan secara cermat dan terarah.
Dalam pengamatan, beberapa tahun terakhir memang terlihat banyak pihak terlibat dalam upaya penurunan angka prevalensi stunting ini, termasuk pihak swasta.
Hal ini sangat diapresiasi karena menunjukkan kepedulian yang tinggi pada terwujudnya generasi emas Indonesia di masa datang yang sanggup bersaing secara skills dengan negara-negara lain di dunia.
Namun seperti yang dikatakan oleh Wakil Presiden Ma'ruf, perlu evaluasi terhadap apa yang sudah dilakukan. Hal ini penting, mengingat intervensi yang dilakukan belum menunjukkan hasil signifikan dan penting untuk mengevaluasi keberlanjutannya, agar intervensi tersebut tidak hanya bersifat insidentil one shot.
Atau jangan sampai intervensi yang dilakukan tidak terukur dalam acuan hasil dan acuan kerangka waktu.
Mengenai pengukuran data, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan bahwa Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) masih memverifikasi dan memvalidasi data terkait stunting antara hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) dan Sistem Elektonik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM).
Dikutip dari Kompas, Hasto mengatakan bahwa proses verifikasi dan validasi dilakukan karena kasus stunting yang diperoleh di daerah melalui E-PPGBM tidak sebanyak kasus yang tercatat di SKI.
Baca Juga: Pernikahan Anak Pemicu Stunting yang Disoroti KemenPPPA, Ketahui Upaya Pencegahannya
Dengan demikian, yang pertama harus dilakukan adalah intervensi yang sudah berjalan dan akan berjalan harus diarahkan agar tepat sasaran dan mempunyai daya lebih besar dalam upaya penurunan prevalensi, atau menurut Ma'ruf intervensi yang mempunyai "daya ungkit" tinggi.
Yang kedua, pencegahan stunting juga harus menjadi perhatian, terutama pada perempuan usia produktif seksual dan calon pengantin (catin).
"Fokuskan strategi dan pendekatan pada pencegahan terjadinya stunting baru, tanpa mengurangi intervensi pada anak stunting," kata Ma'ruf dalam acara Rapat Kerja Nasional Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2024 di Kantor BKKBN, Jakarta, Kamis (25/4/2024).
Tentunya, upaya pencegahan tidak akan bisa menunjukkan hasil dalam waktu cepat, terlebih dalam batas waktu tahun 2024 ini menuju angka prevalensi 14%.
Berkaitan dengan target tersebut, evaluasi menyeluruh termasuk pada angka target prevalensi stunting 14 persen tahun 2024, menurut Ma'ruf.
Untuk memfasilitasi langkah pencegahan tersebut, perlu penyesuaian pada target periode berikutnya, selepas tahun 2024 dengan kalkulasi hasil pengukuran intervensi dan proyeksi penurunan prevalensi berdasarkan langkah-langkah pencegahan.
Edukasi pada perempuan belum menikah dan keluarga muda akan risiko stunting harus benar-benar menjadi perhatian dan mendapat porsi besar untuk target periode berikutnya.
Baca Juga: Hindari Anemia dan Stunting, Ibu Hamil Perlu Perhatikan Kebutuhan Zat Besi