Find Us On Social Media :

Mewabah di Jepang, Apakah Bakteri Pemakan Daging Ada di Indonesia?

Apakah bakteri pemakan daging ada di Indonesia?

GridHEALTH.id – Jepang tengah dilanda wabah bakteri pemakan daging.

Wabah ini disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes kelompok A, dan disebut juga dengan infeksi sindrom syok toksik streptokokus (STSS).

Bukan tanpa alasan bakteri ini dijuluki “pemakan daging”, pasalnya bakteri ini dapat menghancurkan kulit, lemak, dan jaringan di sekitar otot dalam waktu singkat.

Saat ini, kasus STSS di Jepang pun telah melampaui 1.000 dan menjadi perhatian global.

Lantas, apakah bakteri pemakan daging juga ada di Indonesia?

Mengutip dari laman Sehat Negeriku Kementerian Kesehatan, Jumat (28/6/2024), sampai sekarang belum ada laporan terkait kasus bakteri pemakan daging.

“Kalau sampai saat ini, di Indonesia belum ada laporan untuk kasus bakteri pemakan daging.” ungkap Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, dr. Siti Nadia Tarmizi.

Kendati demikian, pihaknya terus memantau situasi melalui surveilans sentinel Influenza Like Illness (ILI) – Severe Acute Respiratory Infection (SARI) dan pemeriksaan genomik.

Kasus STSS yang dilaporkan di Jepang, umumnya kasus di rumah sakit yang disebabkan bakteri streptokokus yang biasanya muncul dengan gejala faringitis atau peradangan pada tenggorokan atau faring.

Infeksi STSS bisa berakibat fatal karena pasien dapat mengalami sepsis dan gagal multiorgan.

Namun, penyebabnya secara pasti masih belum diketahui karena gejala STSS biasanya ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu singkat.

Baca Juga: Apakah Wabah Bakteri Pemakan Daging di Jepang Menular? Hati-hati saat Cedera

Sementara itu, penularannya bisa terjadi melalui pernapasan dan droplet (percikan ludah atau lendir) dari penderita.

Jepang telah melaporkan kasus infeksi streptokokus dalam sistem notifikasi surveilans sejak 1999.

Pada 2023, terdapat 941 kasus, dan angka ini meningkat menjadi 977 kasus pada Juni 2024.

Meskipun mengkhawatirkan, tingkat penyebaran STSS jauh lebih rendah dibandingkan dengan COVID-19.

Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tetap menerapkan perilaku hidup sehat.

Misalnya seperti menggunakan masker saat sakit, dan membiasakan mencuci tangan secara rutin.

“Yang paling penting saat ini, kebiasaan baik yang sudah terbentuk di masa pandemi COVID-19 terus dijalankan seperti cuci tangan pakai sabun dan memakai masker, sehingga meminimalisir perpindahan droplet lewat pernafasan” kata dr. Nadia.

Hingga saat ini, tidak ada pembatasan perjalanan dari dan ke Jepang terkait dengan STSS.

Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait peningkatan kasus iGAS atau invasive Group A Streptococcal disease, termasuk STSS, di Eropa pada Desember 2022, tidak ada rekomendasi pembatasan perjalanan ke negara-negara yang terdampak.

Pengobatan STSS dilakukan dengan pemberian antibiotik.

Hingga saat ini, belum ada vaksin khusus untuk mencegah infeksi bakteri “pemakan daging” ini. (*)

Baca Juga: Fakta-fakta Bakteri Pemakan Daging di Jepang dan Cara Menghindarinya