Find Us On Social Media :

Apakah Bayi Bisa Kena Stroke? Coba Lebih Teliti saat Cek Kandungan

Apakah Bayi Bisa Kena Stroke?

GridHealth.id - Stroke sering kali diidentikkan sebagai kondisi medis yang menyerang orang dewasa atau lanjut usia.

Namun, penting untuk diketahui bahwa bayi juga bisa mengalami stroke, meskipun kejadiannya lebih jarang.

Stroke pada bayi merupakan kondisi yang serius, dan dapat menyebabkan dampak jangka panjang terhadap perkembangan anak jika tidak segera ditangani.

Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai kemungkinan stroke pada bayi, penyebabnya, gejala, diagnosis, pengobatan, serta pencegahan yang dapat dilakukan.

Apakah Bayi Bisa Kena Stroke?

Stroke terjadi ketika suplai darah ke otak terganggu, baik karena adanya sumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik).

Akibatnya, jaringan otak tidak mendapatkan cukup oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan untuk bekerja dengan baik.

Ini menyebabkan kerusakan sel-sel otak, yang pada akhirnya dapat mengganggu fungsi tubuh.

Pada bayi, stroke bisa terjadi saat mereka masih dalam kandungan, ketika lahir, atau dalam satu bulan pertama kehidupannya.

Kondisi ini dikenal sebagai stroke perinatal, yakni stroke yang terjadi antara kehamilan 28 minggu hingga bayi berusia 28 hari.

Terdapat juga istilah stroke neonatal, yang khusus mengacu pada stroke yang terjadi pada bulan pertama kehidupan bayi.

Penyebab Stroke pada Bayi

Penyebab stroke pada bayi bisa sangat bervariasi dan kompleks.

Baca Juga: Apakah Pengidap Stroke Bisa Sembuh dan Normal Seperti Sedia Kala?

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko stroke pada bayi antara lain:

1. Masalah dengan Pembuluh Darah

Malformasi pembuluh darah di otak atau masalah pada suplai darah selama kehamilan dapat menyebabkan stroke.

Penyakit seperti anemia sel sabit atau kelainan darah lain yang meningkatkan kecenderungan darah untuk menggumpal juga dapat memicu stroke.

2. Trauma saat Kelahiran

Persalinan yang sulit atau trauma saat bayi dilahirkan, termasuk penggunaan alat bantu seperti forceps, bisa menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah otak dan berisiko menyebabkan stroke.

3. Gangguan Pembekuan Darah

Beberapa bayi mungkin memiliki gangguan genetik yang memengaruhi kemampuan darah untuk menggumpal, meningkatkan risiko pembentukan gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran darah ke otak.

4. Infeksi

Infeksi selama kehamilan atau pada bayi baru lahir, seperti infeksi bakteri atau virus, dapat meningkatkan risiko peradangan dan penyumbatan pembuluh darah, yang berpotensi menyebabkan stroke.

5. Masalah Jantung

Bayi dengan kelainan jantung bawaan berisiko lebih tinggi mengalami stroke.

Masalah struktural pada jantung dapat menyebabkan penggumpalan darah yang kemudian bergerak ke otak.

6. Faktor Maternal

Kondisi ibu selama kehamilan juga dapat memengaruhi risiko stroke pada bayi. Preeklampsia, diabetes, atau infeksi selama kehamilan dapat meningkatkan risiko stroke perinatal.

Gejala Stroke pada Bayi

Stroke pada bayi sulit dideteksi karena gejalanya sering kali tidak langsung terlihat.

Pada bayi yang baru lahir, gejala stroke dapat termasuk:

Baca Juga: Beberapa Gejala Stroke Awal Ini Kerap Diabaikan, Apa Saja Tandanya?

- Kejang: Kejang pada bayi merupakan tanda umum stroke perinatal. Kejang ini bisa berupa gerakan yang tidak normal pada satu bagian tubuh, misalnya satu tangan atau kaki yang bergerak sendiri.

- Tonus Otot yang Tidak Normal: Bayi dengan stroke bisa menunjukkan tonus otot yang abnormal. Misalnya, satu sisi tubuh mungkin terlihat lebih kaku atau lebih lemas dibandingkan sisi yang lain.

- Keterlambatan Perkembangan: Bayi yang mengalami stroke mungkin menunjukkan keterlambatan dalam mencapai tonggak perkembangan, seperti duduk, merangkak, atau berjalan.

- Kesulitan Menghisap atau Menyusu: Masalah dengan koordinasi gerakan mulut juga bisa menjadi tanda stroke pada bayi.

Pada bayi yang lebih besar, gejala stroke dapat terlihat lebih jelas seiring pertumbuhan mereka. Gejala tersebut bisa termasuk kesulitan berbicara, kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (hemiparesis), masalah penglihatan, serta kesulitan belajar.

Diagnosis stroke pada bayi memerlukan pemeriksaan yang cermat dan biasanya melibatkan tim medis yang terdiri dari dokter spesialis anak, neurologi, dan radiologi.

Beberapa tes yang sering digunakan untuk mendiagnosis stroke pada bayi meliputi:

- Pencitraan Otak: Pemeriksaan dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging) atau CT Scan (Computed Tomography) sangat penting untuk mendeteksi area otak yang terkena stroke.

- Elektroensefalografi (EEG): Tes ini digunakan untuk memeriksa aktivitas listrik di otak, terutama jika bayi mengalami kejang.

- Tes Darah: Tes darah dilakukan untuk mencari tanda-tanda infeksi, kelainan pembekuan darah, atau masalah genetik yang bisa menjadi penyebab stroke.

Pengobatan Stroke pada Bayi

Pengobatan stroke pada bayi sangat bergantung pada penyebab dan gejalanya.

Baca Juga: Mengelola Hipertensi, Makanan yang Perlu Dihindari untuk Kesehatan Jantung Optimal

Beberapa pendekatan yang umum dilakukan antara lain:

- Pengobatan untuk Mengurangi Kejang: Jika bayi mengalami kejang akibat stroke, dokter akan memberikan obat antikejang untuk mengontrol aktivitas kejang tersebut.

- Terapis Fisik dan Okupasi: Setelah stroke, bayi mungkin membutuhkan terapi fisik atau okupasi untuk membantu memulihkan fungsi otot dan perkembangan motoriknya. Ini sangat penting untuk mencegah keterlambatan perkembangan jangka panjang.

- Antikoagulan: Jika stroke disebabkan oleh gumpalan darah, pengobatan dengan antikoagulan (pengencer darah) mungkin diberikan untuk mencegah pembentukan gumpalan lebih lanjut.

- Intervensi Bedah: Dalam kasus yang jarang, intervensi bedah mungkin diperlukan jika stroke disebabkan oleh malformasi pembuluh darah atau untuk mengurangi tekanan pada otak.

Stroke pada bayi bisa menyebabkan dampak jangka panjang yang bervariasi, tergantung pada seberapa parah kerusakan otak yang terjadi.

Beberapa bayi mungkin mengalami gangguan perkembangan atau masalah motorik seperti hemiplegia (kelumpuhan pada satu sisi tubuh).

Selain itu, ada juga risiko masalah kognitif atau kesulitan belajar yang dapat muncul seiring pertumbuhan anak.

Pencegahan stroke pada bayi sering kali berfokus pada upaya mengurangi faktor risiko selama kehamilan dan kelahiran.

Ibu hamil harus melakukan perawatan prenatal yang baik, mengelola kondisi kesehatan seperti hipertensi atau diabetes, serta segera menangani infeksi selama kehamilan.

Bagi bayi yang lahir dengan risiko tinggi, seperti bayi dengan kelainan jantung atau gangguan pembekuan darah, pemantauan medis yang ketat bisa membantu mendeteksi potensi masalah lebih awal.

Baca Juga: Jangan Disepelekan! Ini 4 Ciri-ciri Kesemutan Tanda Awal Penyakit

Meskipun stroke pada bayi adalah kondisi yang jarang, hal ini tetap bisa terjadi dan membutuhkan perhatian serta penanganan medis segera.

Pemahaman tentang gejala, penyebab, dan penanganan stroke pada bayi sangat penting bagi orang tua dan tenaga medis.

Dengan deteksi dini dan perawatan yang tepat, bayi yang mengalami stroke memiliki peluang untuk pulih dan mencapai perkembangan yang optimal meskipun tantangan medis yang dihadapi cukup besar.