2. Penguasaan seluruh rantai perilaku yang menyertai kunjungan toilet.
Misalnya, ketika anak merasa ingin buang air kecil, ia akan segera menunju toilet, duduk, kemudian buang air kecil atau besar, dan membersihkan diri juga tangannya.
Risiko menunda toilet training pada anak
Mengajarkan anak untuk buang air di toilet sebaiknya tidak ditunda-tunda.
Sebab, toilet training yang tertunda bisa menyebabkan sejumlah risiko.
“Toilet training yang tertunda bisa menyebabkan stres bagi orang tua, keluarga, hingga tempat penitipan anak, karena beban kerja akan meningkat akibat kurangnya anak-anak yang terlatih menggunakan toilet.” ujar dr. Meitha.
“Selain itu, anak yang belum bisa menggunakan toilet secara mandiri juga dikhawatirkan dapat mengakibatkan peningkatan penyebaran penyakit atau infeksi, diare, dan hepatitis A.” sambungnya.
Kapan anak siap untuk memulai toilet training?
Toilet training umumnya mulai dilakukan pada anak usia toddler, yaitu periode usia 12-36 bulan.
“Pada usia 24 bulan, anak mulai memiliki kecakapan bahasa untuk mengerti dan berkomunikasi. Selain itu, sebagian besar perkembangan fisiologis, kognitif, dan emosional untuk toilet training adalah pada usia 18-30 bulan.” jelas dr. Meitha.
Kendati demikian, dr. Meitha menjelaskan bahwa usia tidak dapat menjadi patokan pasti yang menunjukkan kapan anak bisa memulai toilet training.
“Setiap anak memiliki kecepatan perkembangannya masing-masing. Oleh karena itu, para orang tua disarankan untuk menunggu sampai anak menunjukkan karakteristik atau tanda perkembangan bahwa ia siap melakukan toilet training.” pungkas dr. Meitha.
Nah, itu dia penjelasan mengenai toilet training pada anak. Semoga bermanfaat! (*)
Baca Juga: Awas Terkena Penyakit Kutil Kelamin dari Toilet Umum, Mudik dan Mampir di Rest Area Wajib Waspada