Merah encer (berair)
Masa yang sangat berair mungkin merupakan indikasi kanker tuba fallopi, kata Dr. Carcamo.
"Jangan panik dulu. Ini sangat jarang dan hanya terdapat 1-2% dari semua kanker terkait ginekologi. Saya tidak ingin orang takut kanker tuba falopi, tetapi jika wanita yang memiliki cairan encer yang berlebihan, mungkin ide yang baik untuk berbicara dengan dokter terlebih dahulu," kata Dr. Carcamo.
Merah dan Keabu-abuan
Baca Juga : Sopir Angkot Tangerang Meninggal Usai Pesta Durian, 500 gr Durian Meningkatkan Denyut Jantung Dalam 2 Jam
Waspadai warna darah seperti ini karena dapat menandakan keguguran dini pada wanita yang sedang hamil muda.
"Sekitar 10 hingga 20 persen wanita yang mengetahui bahwa mereka hamil akan mengalami keguguran dini, biasanya dalam 10 minggu pertama jika mendapati darah berwarna seperti ini,", kata Dr. Carcamo.
Selain itu, bisa jadi menandakan adanya penyakit atau infeksi menular seksual jika disertai bau tak sedap.
Kecokelatan
Warna darah menstruasi yang berwarna kecoklatan berasal dari lapisan dalam uterus dan darah lama yang baru bisa dikeluarkan oleh tubuh.
Biasanya muncul jika suhu tubuh berada di atas 36 derajat Celcius, hal ini terjadi karena darah teroksidasi.
Suhu tubuh yang tinggi dapat berpengaruh negatif terhadap masa subur.
Namun, warna darah menstruasi yang kecoklatan ini masih sangat umum terjadi pada beberapa wanita.
Kehitaman
Warna darah ini harus sangat diwaspadai karena bukan hanya masalah yang cukup sepele.
Baca Juga : Mirip Dengan Wasir, Ternyata Begini Gejala Kanker Usus yang Diderita Istri Ustad Maulana
Pada beberapa wanita yang didapati warana darah seperti ini biasanya akan mengalami kesulitan untuk hamil.
Hal ini akan berisiko terjadinya masalah pendarahan yang memengaruhi plasenta bayi semasa kehamilan.
Nah, bagaimana, sudah mulai paham kan mengenai warna darah yang dihasilkan saat menstruasi?
Mulai sekarang cek warna darah yang kita keluarkan saat menstruasi.
Source | : | Institute for Women Health |
Penulis | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar