GridHEALTH.id – Beton alias biji buah nangka di Asia, khususnya di Indonesia, menjadi makanan, setelah sebelumnya direbus terlebih dahulu.
Makanan tersebut bergizi dan sehat.
Baca Juga : Banyak yang Belum Tahu, Ini Dia 5 Manfaat Buah Nangka Bagi Kesehatan
Buah terbesar di dunia ini yang beratnya bisa mencapai 10kg hingga 20kg, berasal dari keluarga Moraceae.
Biji nangka rasanya seperti kacang.
Asal tahu saja, dilansir dari eresources.nlb.gov.sg, National Library Board Singapore, biji buah nangka adalah sumber karbohidrat yang kaya.
Baca Juga : Durian Kaya Gizi Sehat, Dalam Waktu Berdekatan 2 Orang Meninggal Usai Santap Durian
Sehat sekali untuk kita konsumsi.
Penyajian biji buah nangka alias beton, bisa diolah menjadi makanan dengan sebelumnya dibakar atau direbus dalam air terlebih dahulu.
Baca Juga : Tanpa Operasi, Ini Cara Cepat Mengencangkan Payudara yang Kendur Setelah Melahirkan
Hasil penelitian Universitas Sri Jayewardenepura di Sri Lanka, yang dipublikasikan di ncbi.nlm.nih.gov, ditemukan beton alias biji buah nangka mengandung 4,7% protein (FW), 11,1% total serat makanan (FW) dan 8% pati resisten (FW).
Biji nangka merupakan sumber tepung yang baik (22%) dan serat makanan.
Baca Juga : Sex In The Water, Teknik Bercinta Mengasyikan dan Aman Menurut Medis
Makanan dari biji buah nangka dikategorikan sebagai makanan rendah GI.
Adapun menurut WebMd.com, biji buah nangka banyak digunakan sebagai obat di banyak daerah.
Misal, untuk obat diabetes.
Tapi untuk penggunaannya disarankan berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter ahli diabetes.
Baca Juga : Manfaatkan Air Sebagai Alat Bantu Bercinta, Sekali Coba Ketagihan
Fakta tentang nangka lainnya, di Thailand biji buah nangka dianggap sebagai jimat yang kuat.
Alasan ini terletak pada warna tembaga biji.
Baca Juga : Ingin Tampil Cantik Saat Hamil? Berikut 5 Perawatan Kecantikan Sehat
Menurut cerita rakyat tradisional Thailand, tembaga adalah logam dengan kualitas mistis.(*)
Source | : | web md,ncbi.nlm.nih.gov |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar