GridHEALTH.id – Sakit demam berdarah dengue (DBD) sekarang ini sedang musim. Sampai-sampai bangsal alias tempat rawat inap penuh di rumah sakit.
Ketidaktahuan penanganan diduga menjadi penyebab meningkatnya korban DBD dari tahun ke tahun.
Data nasional dari Pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan menunjukkan jumlah kematian akibat DBD pada 2006 adalah 1.196 orang, sementara pada 2007 sampai November tercatat jumlah korban yang meninggal menembus angka 1.296 orang.
Baca Juga : Fakta, Nyamuk Demam Berdarah Gemar Mengigit Anak di Hari Senin!
Demam berdarah dengue alias DBD, menurut dr. Hinky Hindra Irawan Satari, SpA(K)., M.Trop.Paed., Dokter Spesialis Anak (Konsultan), Divisi Infeksi dan Pediatri Tropis, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM), ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dan ketahui di luar kepala.
Ini yang penting diketahui untuk membedakan demam dengue dari demam lainnya.
Sakit demam dengue alias DBD mempunyai siklus demam yang khas. Polanya turun naik menyerupai pola pelana kuda dengan ciri-ciri:
* Fase demam
Anak mendadak sakit demam tinggi anak agar beristirahat yang cukup.
Jika demam tak kunjung reda pada hari ketiga, jangan tunda untuk mendatangi rumah sakit terdekat.
Orangtua juga perlu mempertimbangkan untuk pergi ke dokter pada hari pertama, jika anak saat sakit tidak mau makan atau muntah terus menerus.
Baca Juga : Angkak Punya Sisi Negatif Bagi Kesehatan Walau Ampuh Tingkatkan Trombosit Saat Demam Berdarah
* Fase kritis
Demam pada anak menurun drastis (kembali ke 37° C).
Pada fase ini banyak orangtua yang terkecoh, karena menyangka anak telah sembuh dan sehat.
Padahal, anak tengah terjangkit shock syndrome yang ditandai sikap gelisah, kesadaran menurun, ujung tangan dan kaki teraba dingin, pucat, berkeringat, denyut nadi cepat dan lemah.
Bisa juga terjadi perdarahan (bisa dilihat dari mimisan, bercak-bercak merah, tinja berwarna hitam, dan lain-lain).
Dalam kondisi ini, anak harus berada di rumah sakit untuk mendapatkan penanganan dan perawatan yang tepat.
Baca Juga : Angkak Penunjang Trombosit Saat Demam Berdarah, Turunkan Kadar Kolesterol
Jika tidak, maka dapat mengancam nyawa anak sebab banyaknya perdarahan dapat berujung pada kematian.
* Fase penyembuhan
Terjadi pada hari ke-6 dan 7. Demam yang mulanya turun akan naik kembali sebagai bagian dari reaksi tahap penyembuhan.
Lambat laun suhu akan normal kembali dan secara umum kondisi anak pun membaik. Nafsu makan meningkat dan anak tampak aktif kembali. Tampak sehat.
Kadang terlihat ruam kemerahan pada kedua kaki dan tangan.
Pada fase ini anak harus cukup makan makanan bergizi, istirahat yang cukup, juga diberi minuman yang cukup agar kondisinya kembali stabil, sehingga anak diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
Baca Juga : Buah Bit Obat Demam Berdarah, Tapi Hati-hati Mengonsumsinya Karena Bisa Menimbulkan 8 Masalah Kesehatan Ini
Untuk obat-obatan, dalam dunia kedokteran dikenal tiga macam golongan obat demam yakni parasetamol, asam asetilsalisilat (ASA), dan ibuprofen.
Sejak 1997, WHO telah merekomendasikan parasetamol (atau juga dikenal sebagai asetaminofen) sebagai obat untuk penanganan demam anak-anak, termasuk DBD.
Memang reaksinya tidak secepat antidemam yang lain, tapi lebih aman untuk si sakit.
Baca Juga : Musim Demam Berdarah, Kenali Fase DBD yang Sering Mengecoh Kita juga Dokter
ASA dikategorikan sebagai obat demam yang tidak aman karena bersifat asam, sehingga berisiko merangsang lambung dan menyebabkan perdarahan.
Ini jelas berbahaya karena salah satu gangguan yang dialami penderita DBD adalah perdarahan lambung.
Dapat dibayangkan jika ASA diberikan pada penderita DBD, lambung yang sudah terluka kembali “diiris” oleh zat asam yang ada pada ASA.
Ditinggalkannya ASA sebagai penurun demam juga karena efek samping Sindroma Reye (Reye’s Syndrome) yang bisa ditimbulkannya.
Sindrom yang dapat mengganggu darah, hati dan otak ini amat berbahaya karena dapat mengancam jiwa anak.
Baca Juga : Guru Ini Hampir Kehilangan Hidung Akibat Kulit Kering dan Migrain
Menurut AC Nielsen, 76% produk obat penurun demam yang dikonsumsi anak di wilayah perkotaan Indonesia mengandung ASA (di pasaran ASA juga dikenal dengan nama salicylate, acetylsalicylate, aspirin, asam salisilat, atau asetosal).
Golongan ibuprofen atau phenylpropionac acid setali tiga uang dengan ASA.
Obat ini pun bersifat asam dan dapat menimbulkan perdarahan di lambung, sehingga tidak dianjurkan untuk pengobatan DBD.
Ibuprofen juga mengganggu proses pembekuan darah, padahal penderita DBD, mengalami berkurangnya zat pembeku darah.
Tidak cuma itu. Ibuprofen juga berbahaya karena dapat menurun- kankan jumlah trombosit.
Baca Juga : Kunci Panjang Umur Ternyata Mudah, Hanya Ikuti 6 Langkah Ini
Ini jelas sebuah ironi, karena di satu sisi penderita DBD harus berjuang menaikkan jumlah trombosit, sedangkan di sisi lain ibuprofen justru menggerogoti jumlah trombosit di dalam tubuh.
Intinya, cermati komposisi obat anti demam yang akan diberikan kepada anak. Saat si kecil mengalami demam (ingat demam hanya merupakan gejala suatu penyakit) jangan ambil risiko, berilah obat demam yang paling aman.
Jika ditangani dengan tepat, DBD tidak akan sampai mengancam jiwa anak.
Meski menjadi pilihan utama dalam pengobatan demam DBD anak, bukan berarti parasetamol lebih unggul dari golongan obat lainnya.
Dalam pengobatan tertentu, ibuprofen terbukti lebih efektif. Dalam kasus meredakan nyerinya akibat patah tulang atau keseleo, misalnya, ibuprofen terbukti lebih dapat menghilangkan nyeri ketimbang parasetamol.
Baca Juga : Inilah Bayi yang Perlu Suplemen Vitamin, Penting Untuk Kesehatannya
Sebuah penelitian di Kanada membuktikan, ibuprofen lebih baik dibandingkan asetaminofen dan kodein dalam menghilangkan nyeri akibat patah tulang atau keseleo yang dialami anak-anak yang dibawa ke unit gawat darurat.
Selain lebih cepat, ibuprofen juga lebih lama menghilangkan nyeri.
Para ilmuwan juga menyatakan, berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan sebelumnya, ibuprofen menunjukkan efek analgesik yang lebih baik untuk radang tonsil dan migren dibandingkan parasetamol/asetaminofen. (*)
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar