GridHEALTH.id - Terapi nutrisi populer di Amerika sejak 1996. Sementara di Indonesia mulai diperkenalkan pada 2000.
Terapi nutrisi diberikan kepada anak yang mengalami gangguan metabolik atau gangguan absorpsi makanan dengan tujuan agar kualitas hidup dan daya tahannya semakin baik.
Umumnya, terapi ini mulai diterapkan pada anak 2-14 tahun.
Baca Juga : Tidak Selalu Asma, Sesak Napas Bisa Juga Disebabkan Oleh 3 Masalah Ini
Mengapa dimulai di usia 2 tahun? “Alasannya, di usia bayi, anak masih dalam tahap pengenalan makanan. Dari makanan cair, semipadat sampai akhirnya di usia 9 bulan mulai dengan makanan padat,” papar dr. Rina Adeline, Sp.MK.,MKes, dari Klinik Intervensi Biologimedis, Bogor.
Perlu diketahui, papar Rina, kematangan sel-sel di mukosa di saluran pencernaan anak di bawah 2 tahun cenderung belum optimal, sehingga sering terjadi gangguan menyerupai gangguan metabolik.
Karena itulah pada anak di bawah 2 tahun, belum dapat dilakukan terapi nutrisi. Karena seiring pertambahan usianya, gangguan itu akan dapat menghilang sendiri.
Baca Juga : Jangan Lakukan Ini di Pesawat Agar Perjalanan Aman dan Nyaman
Nah, setelah 2 tahun, kematangan saluran pencernaan anak seharusnya sudah optimal. Jadi, bila memang terjadi inflamasi atau radang ada kemungkinan penyebabnya gangguan metabolik atau absorpsi makanan.
Maka itulahdi usia 2 tahub anak baru bisa dilakukan terapi nutrisi.
Bagaimana prosedur terapi nutrisi ini?
1. Pemeriksaan ELISA
Cara ini cepat dan mudah. Dilakukan tes pemeriksaan lewat darah untuk mengetahui jenis makanan apa saja yang membuat pasien bereaksi.
Reaksi bisa berupadiare, kulit merah-merah, batuk-batuk, bersin, badan jadi agak hangat atau tidur terus.
Bila ada satu jenis makanan yang reaksi imunologinya positif, maka jenis makanan tersebut akan dihentikan selama 6 bulan sampai 1 tahun.
Baca Juga : Sakit Kepala di Belakang Telinga? Cepat Atasi Dengan 11 Cara Ini
Misalnya, ada reaksi positif terhadap apel, maka anak tidak dibolehkan mengonsumsi buah tersebut selama minimal 6 bulan.
Dengan harapanmakanan ini tidak termemori lagi atau hilang dari memori sel anak sehingga saat jenis makanan itu diberi lagi tidak akan menjadi suatu masalah.
Agar hasil pemeriksaannya tidak bias (valid) minimal 2 minggu sebelum dilakukan pemeriksaan, anak diberikan makanan apa pun secara bervariasi.
Saatakan dilakukan pemeriksaan darah pun anak tidak harus berpuasa. Setelah pemeriksaan akan diketahui jenis-jenis makanan apa saja yang memengaruhi memori sel.
Baca Juga : 4 Cara Mudah Kendalikan Nafsu Makan Berlebih Agar Tak Kegemukan
2. Pengaturan food dairy
Lima jenis makanan pemicu kuat alergi susu sapi, gandum, kedelai, jagung dan kacang tanah dicobakan satu per satu selama 3 hari untuk melihat bagaimana reaksinya.
Contoh, anak diberikan tempe (untuk melihat alergi terhadap kedelai atau tidak). Jika tidak bereaksi, pemberian akan diulang untuk memastikan kembali. Kalau memang tidak ada reaksi berarti jenis makanan tersebut aman.
Sebaliknya bila timbul reaksi seperti timbul merah-merah di kulit pemberian tempe dihentikan dulu dan baru dicoba lagi selang 3 hari.
Bila reaksinya masih tetap sama, ada kecurigaan anak alergi pada tempe (kedelai). Hentikan dulu pemberian selama satu minggu, kemudian coba diulangi kembali.
Kalau reaksinya masih sama, anak positif alergi tempe (kedelai). Selanjutnya, hindari anak mengonsumsi tempe selama tiga bulan pertama.
Baca Juga : Ternyata Ini Alasan Wanita Menyukai Pria Gemuk, Tak Hanya Menggemaskan
Lalu coba berikan lagi. Jika tak ada reaksi berarti cukup aman untuk diberikan. Jika masih ada reaksi maka hentikan lagi selama 6 bulan dan nanti dicoba kembali.
Food dairy ini memang memakan waktu dan menuntut kecermatan orangtua dalam mencatat.
Namun bila dijalankan dengan benar, hasilnya akan efektif. Anak sehat bukan lagi impian.(*)
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar