GridHEALTH.id - Kematian saat melahirkan masih menjadi kasus yang serius. Pada tahun 2013, diperkirakan 289.000 wanita meninggal dunia saat persalinan, turun dari 523.000 pada tahun 1990.
Baca Juga: Jalani Persalinan Forsep, Kepala Bayi Putus Akibat Salah Penanganan
Tapi saat ini, 800 wanita setiap harinya masih sekarat karena komplikasi kehamilan dan persalinan di seluruh dunia, setara dengan 33 kasus per jam.
Pada akhir tahun 2015 saja, WHO melaporkan setidaknya 303,000 wanita di seluruh dunia meninggal menjelang dan selama proses persalinan.
Di Indonesia sendiri, sepanjang tahun 2011-2015 terdapat 126 kasus kematian ibu tiap 100,000 proses persalinan sukses.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Darussalam Banda Aceh, Profesor Muhammad Andalas menyebutkan 40% kematian ibu usai melahirkan disebabkan terlambat penanganan medis.
"Diketahui, 40% kematian ibu usai melahirkan karena terlambat diketahui, terlambat dirujuk dan terlambat ditangani," kata Profesor Andalas, seperti dikutip dari Republika (15/7).
Baca Juga: Bukan Karena Setan Atau Jin, Penyebab Orang Tindihan Saat Tidur Akhirnya Ditemukan
Pernyataan ini disampaikannya usai penyerahan, Brevet Spesialis Obstetri dan Ginekologi kepada empat Alumni Fakultas Kedokteran Unsyiah, yaitu Lutfi Nugroho, Imam Zahari, Rizka Aditya, dan Dian Paramita di RSUDZA Banda Aceh.
Angka yang ditunjukkan oleh World Health Organization (WHO) tahun 2008 menyatakan bahwa perdarahan saat persalinan adalah penyebab ketiga paling umum dari kematian ibu di negara-negara berpenghasilan rendah (setelah HIV/AIDS dan TBC), dan tercatat hingga 58.000 kematian.
Baca Juga: Studi Ungkap 40% Wanita Alami Depresi Pasca Melahirkan, Ini Penyebab dan Solusinya
Dikutip dari The Lancet, sekelompok peneliti menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2003 hingga 2009, perdarahan, gangguan hipertensi (preeklamsia dan eklamsia), dan sepsis merupakan penyebab lebih dari setengah kematian ibu di seluruh dunia.
Lebih dari seperempat dari angka kematian disebabkan penyebab tidak langsung, seperti infeksi pascamelahirkan, komplikasi aborsi, komplikasi persalinan, dan pembekuan darah.
Meskipun angka mortalitas ibu telah menurun drastis sejak 1990-an (hingga 45%), namun hampir 99% dari keseluruhan kasus mortalitas ibu yang dilaporkan oleh berasal dari negara-negara berkembang yang memiliki pengaturan sumber daya rendah, termasuk Indonesia.
Menurut dia, angka kematian ibu hamil masih di atas yang diharapkan. Selain itu, keterbatasan sarana prasarana juga menjadi sebab meninggalnya ibu setelah melahirkan.
"Angka kematian ibu melahirkan pada 2017 ada 174 kasus dan pada 2018 menurun menjadi 150 kasus," ujar Andalas.
Ia berharap para pengambil kebijakan dapat menyediakan sarana prasarana yang memadai bagi ibu yang melahirkan guna mengoptimalkan pelayanan medis.
"Paling penting adalah sarana dan prasarana harus disiapkan dengan baik. Ada 93 dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi (SpOG) tersebar diseluruh rumah sakit se-Aceh," kata Andalas.
Andalas juga mengingatkan para dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi (SpOG) mengambil kebijakan yang tepat dan seusai sumpah dokter yang telah diucapkan.
"Jangan melakukan sesuatu yang rasanya belum mampu dan terus berkoordinasi dengan rekan sejawat yang sudah berpengalaman," kata Andalas kepada empat juniornya.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainal Abidin (RSUDZA) Azharuddin menyatakan, dokter dituntut memiliki peran kesalehan sosial yang tinggi agar menjadi duta-duta kesehatan di lingkungan sekitar.
"Kekompakan sesama dokter sangat penting dan selalu berkoordinasi dengan rekan sejawat agar pelayanan yang diberikan ke pasien tepat dan cepat," katanya.
Sebenarnya, sebagian besar penyebab kematian ibu dapat dicegah. Salah satunya adalah jika pemerintah menyediakan sistem kesehatan yang mudah dijangkau oleh semua ibu di berbagai pelosok daerah.
Plus dengan biaya yang relatif murah, sebagai solusi pencegahan dan penanganan darurat dari segala komplikasi kehamilan dan persalinan.
Perdarahan hebat setelah lahir dapat membunuh seorang ibu yang sehat dalam beberapa jam saja jika dibiarkan tanpa pengawasan.
Menyuntikkan oksitosin segera setelah melahirkan juga secara efektif mengurangi risiko perdarahan.
Baca Juga: Hebat, Mahasiswa UGM Olah Limbah Ceker Ayam Jadi Obat Patah Tulang!
Infeksi setelah melahirkan bisa dieliminasi jika kebersihan yang baik dijaga dengan ketat selama proses kelahiran dan jika tanda-tanda awal infeksi dapat dideteksi dan ditanggulani secara tepat waktu.
Preeklampsia harus dideteksi dan dikelola dengan baik sebelum timbul kejang (eklamsia) dan komplikasi yang mengancam jiwa lainnya.
Pemberian obat-obatan seperti magnesium sulfat untuk preeklamsia dapat menurunkan risiko wanita terkena eklamsia.
Pemberian kalsium dan aspirin sejak awal kehamilan pun diberikan untuk menurunkan risiko ini.
Untuk menghindari kematian ibu, penting juga untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan terlalu dini.
Semua wanita, termasuk remaja perempuan, memerlukan akses ke kontrasepsi, layanan aborsi resmi yang dilakukan oleh dokter dan dilindungi hukum untuk kasus-kasus kehamilan yang tidak diinginkan, dan perawatan kesehatan yang terjamin. (*)
Source | : | Hello Sehat,Medical News Today,The Lancet,Republika |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar