GridHEALTH.id - Mayjen TNI Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad(K) telah melakukan serah terima jabatan sebagai Menteri Kesehatan dari pendahulunya, Dr dr Nila Moeloek, SpM(K), pada Kamis (24/10/2019).
Kepada wartawan usai pelantikan sebagai Menteri Kesehatan, dr Terawan mengaku diminta Presiden Jokowi untuk menyelesaikan beberapa masalah di sektor kesehatan Indonesia.
"Prioritas, harus sesuai dengan visi bapak presiden, yaitu semua hal yang bisa mendukung memajukan SDM dan itu kalau di bidang kesehatan ya masalah stunting, BPJS, masalah pelayanan preventif dan promotif, itu yang harus dimajukan dan banyak hal yang sekiranya bisa mendukung visi SDM bisa tercapai," katanya seusai seremoni, seperti dikutip dari Kompas.com.
Dikatakan Terawan, pencapaian luar biasa sudah dilakukan Nila Moeloek sebagai Menkes, dengan berhasil menurunkan angka stunting dari 37,2% pada 2013, menjadi 30,8%di tahun 2018.
Untuk itu, Terawan mengaku akan melanjutkan program yang dilakukan oleh Nila Moeloek untuk mencapai target stunting, sesuai anjuran WHO.
Asal tahu saja, Indonesia adalah negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia.
Pengentasan stunting sebenarnya sudah masuk dalam RPJMN 2020-2024 pemerintah. Sebab kerugian yang timbul akibat stunting bukan hanya terjadi di sektor kesehatan, tapi juga ekonomi.
"Stunting mengakibatkan kerugian negara setara Rp 4 triliyun per tahun atau sebesar 3% dari PDB, sehingga percepatan penangangan stunting tetap menjadi salah agenda besar pemerintah ke depan.
Untuk mencapai target capaian prevalensi stunting sebesar 19% di tahun 2024, tentunya bukan tugas mudah, perlu didukung dan dikerjakan semua pihak," ujar Terawan.
Terkait problematika Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS Kesehatan), Terawan menyebut tingginya biaya yang dibutuhkan merupakan penanda tingginya pula kebutuhan akan jaminan kesehatan sosial oleh masyarakat.
Seperti diketahui, JKN - BPJS Kesehatan masih mengalami defisit, yang hingga tahun ini mencapai lebih dari Rp 32 triliun.
Untuk itu, Terawan berjanji akan bekerja sama dengan seluruh pihak terkait agar solusi terbaik bagi masalah defisit BPJS Kesehatan bisa segera teratasi.
"Kita sama-sama mencari solusi untuk menghadapi masalah tekornya BPJS ini dalam memfasilitasi masyarakat yang sakit," katanya.
Pekerjaan rumah Terawan ternyata tak cuma stunting dan BPJS. Para penggiat LSM di bidang kesehatan mencatat, ada pekerjaan lain yang harus dibereskan.
Pekerjaan itu adalah SDM tenaga kesehatan dimana jumlah tenaga dokter spesialis, perawat, hingga bidan yang dihasilkan tidak tersebar dengan rata.
Baca Juga: Terapi Insulin Mutlak Bagi Penderita Penyakit Autoimun Diabetes Tipe 1, Ini Alasannya
Akibatnya, masih ada daerah-daerah yang mengalami kekurangan tenaga kesehatan. padahal, berdasarkan data Kemenkes, lulusan tenaga kesehatan bisa mencapai 15 ribu orang setiap tahun.
Penyakit tidak menular juga menjadi pekerjaan rumah bagi Terawan. Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi.
Pekerjaan rumah besar yang juga perlu mendapat perhatian Terawan adalah kematian ibu dan perkawinan anak.
Hasil Survei Penduduk Antar Sensus 2015 menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 305 per 100 ribu kelahiran hidup.
Dalam 1 jam, Indonesia kehilangan 2 ibu dan 8 bayi baru lahir akibat kematian yang sebagian besar sebenarnya dapat dicegah.
Data Kemenkes menunjukkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan mengalami penurunan pada 2018 lalu yakni sebesar 73.5% dari 83.67%. Angka ini bahkan lebih rendah dari pencapaian pada 2015 lalu yakni sebesar 78.43%.
Oleh karena itu, dalam pemerintah mengeluarkan UU perkawinan yang baru dimana dimana usia minimal perkawinan bagi perempuan dinaikkan menjadi 19 tahun. (*)
Source | : | Kompas.com,ANTARA News |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar