GridHEALTH.id - Seiring dengan perilisan lagu barunya, "Lose You to Love Me", si cantik Selena Gomez pun mulai rajin diundang dalam sejumlah acara televisi maupun radio. Tak terkecuali "Zach Sang Show".
Di acara talkshow televisi ini, Selena blak-blakan mengungkapkan inspirasi di balik "Lose You To Love Me", yang merujuk pada hubungan toxic yang dijalaninya bersama sang mantan kekasih, Justin Bieber.
Wanita berusia 27 tahun ini mengakui, ia sangat mencintai Justin namun lelah untuk meneruskan hubungan tersebut karena hanya menyakiti satu sama lain dan memperburuk keadaan.
"Saat itu kau berada di fase di mana kau merasakan cinta pertama kali dan aku pikir hal itu bisa menjadi sedikit beracun. Kau akan menjadi ketergantungan dan kau berpikir bahwa hal itu adalah cinta," lanjutnya.
Selena dan Justin sendiri memang sempat terlibat hubungan asmara yang cukup serius sejak 2011 lalu.
Namun hubungan mereka tak pernah berjalan mulus dan selalu diwarnai putus nyambung. Hingga akhirnya Justin memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Hailey Baldwin dan kemudian menikahi model cantik tersebut pada September 2018 lalu.
Selena sendiri sempat mendapatkan perawatan mental pada tahun yang sama, yang disinyalir sebagai imbas dari pernikahan Justin dan Hailey.
Namun kini pelantun "Fetish" tersebut mengaku sudah move on dan ingin lebih fokus mencintai dirinya sendiri.
Menyimak cerita di atas, tak ada seorang pun yang sengaja masuk dalam hubungan yang buruk. Namun, tak sedikit orang yang terjebak dalam hubungan percintaan 'beracun' dan tidak menyadarinya.
Orang tetap bertahan dalam hubungan yang toksik karena berbagai alasan. Salah satunya karena sudah merasa nyaman dengan status quo dan melanjutkan jalan yang ada karena sulit berubah.
"Kita terkadang lebih suka menyangkal diri karena itu lebih mudah. Padahal penyangkalan diri (denial) itu semakin menyulitkan kita untuk lepas dari hubungan yang buruk. ," kata Kimberly Hershenson, pakar hubungan.
Sebelum kondisi bertambah buruk, kenali apakah hubungan kita telah menjadi racun bagi mental, seperti dikutip dari Kompas.com;
1. Sering berteriak dan bertengkar
Hampir tidak ada pasangan yang selalu setuju dalam setiap hal, tetapi bukan berarti emosi akan naik turun seperti roller coaster setiap kali berbeda pendapat.
"Jika konflik dalam hubungan Anda sering kuat dan melibatkan kata atau tindakan kekerasan, ini adalah lampu merah," kata terapis keluarga dan pernikahan, Erin Lewis Ballard.
2. Membuat skor seperti pertandingan
Pernikahan seharusnya bukan seperti pertandingan basket di mana masing-masing pihak membuat catatan sudah berapa kali mereka melakukan hal yang baik atau buruk.
"Ketika Anda dan pasangan sering mengungkit kesalahan atau hal-hal baik, ini adalah tanda Anda berdua berada di pihak berlawanan," kata Ballard.
3. Takut bicara
Bila salah satu pihak merasa takut atau sungkan untuk mengatakan pada pasangan apa yang ada di pikiran, berhati-hatilah.
Memang tidak mudah untuk berbeda pendapat dengan orang yang kita sayangi, tetapi jika kamu tidak merasa nyaman untuk mengungkapkan perasaan, pasti ada sesuatu yang salah.
4. Hanya peduli diri sendiri
Kita mungkin tidak menyadari awalnya, tapi lama kelamaan kepribadian narsistik akan menampakkan wujudnya.
"Ketika kamu berpasangan dengan orang yang narsis, hanya dia yang paling penting," kata terapis pernikahan Evie Shafner.
Ia mengatakan, orang yang narsistik akan memanipulasi atau membuat pasangannya merasa bersalah untuk memenuhi keinginannya.
"Mereka senang bicara tentang diri sendiri dan kurang responsif pada apa yang terjadi pada Anda. Mereka kekurangan empati," katanya.
Baca Juga: Hari Pangan Nasional 2019 : Problem Anak Gendut Mulai Menggeser Isu Stunting, Akibat Gizi Melimpah?
5. Merasa tidak ada yang benar
Bila kita merasa sudah melakukan banyak hal untuk menyenangkan pasangan tapi tak pernah bisa, maka kita tak akan sampai pada tujuan itu.
"Membuat seseorang merasa mereka tidak bisa melakukan hal yang benar adalah bentuk kekerasan psikologi. Pasangan kita seharusnya menjadi pendukung terbesar, bukan sebaliknya justru menjatuhkan," kata Shafner. (*)
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar