“Anda bisa mendengar rock’n roll dan heavy metal yang keluar dari setiap rumah (di sanatorium),” ujar Yoandra Cardoso, seorang Friki yang kini tinggal di area bekas sanatorium.
“Ketika sanatorium dibuka pertama kali, 100 persen isinya Friki … kami semua bersama,” tambahnya.
Masih menurut Vice, pada 1989, militer menyerahkan kendali sanatorium kepada Kementerian Kesehatan.
Dan di bawah metodologi progresif, para pasien yang tinggal di sana diperbolehkan mendengar dan memainkan alat musik, berpakaian sesuai selera, dan bersosialisasi dengan orang lain baik di dalam maupun di luar sanatorium.
“Kami menciptakan dunia kami sendiri di sana,” tambah Fuentas.
Kini, hampir seluruh sanatorium sudah ditutup. Kalaupun ada, fungsinya lebih untuk rawat jalan alih-alih tempat karantina. (*)
Artikel ini sudah tayang di Intisari Online dengan judul Hari AIDS Sedunia: Saat Sekelompok Punk Sengaja Suntikkan Virus HIV ke Tubuh Sendiri Demi Kedamaian dan Surga
Penulis | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Editor | : | GridHEALTH |
Komentar