GridHEALTH.id - Siapa yang mengenal obat yang satu ini? Sepertinya masyarakat Indoensia sudah familiar dengannya.
Bahkan tidak sedikit yang sejak kecil sudah mengonsumsinya.
BACA JUGA: Cerita Angkie Yudistia, Staf Khusus Presiden Yang Tuli Akibat Antibiotik
Hal itu tidak aneh, karena hanya di Indonesia seseorang yang sakit pilek, batuk, demam, sakit gigi, mulas, selalu mengandalkan obat ini, antibiotik.
Karenanya ada anekdot, pasien yang sakit batuk dari Indonesia saat berobat di Amerika Serikat kaget, sebab oleh dokternya jangankan diresepkan antibiotik, usai periksa dokternya tidak memberikannya resep.
Lucunya, dokternya balik kaget, karena pasiennya yang asal Indonesia itu minta diresepkan antibiotik untuk mengatasi batuk yang dideritanya.
Lucu? Memang lucu, karena dari namanya saja kitra sebanarnya sudah tahu jika antibiotik itu diciptakan untuk memburu dan membunuh bakteri yang menyerang manusia.
Jadi, sangat tidak tepat jika sakit yang disebabkan oleh virus, sepertinya batuk, harus diobati dengan antibiotik. Apalagi batuk itu bukanlah penyakit. Batuk adalah respon tubuh terhadap sesuatu yang asing masuk ke dalam tubuh kita.
Dengan bahasalain, batuk itu adalah penolongm batuk itu adalah benteng pertahanan tubuh, dan batuk itu adalah imunitas manusia.
BACA JUGA: Pakar: Sakit Batuk Pilek pada Anak Tak Perlu Antibiotik Agar Sembuh
Kenapa salah kaprah itu bisa sebegitu dahsyatnya tertanam di benak sanubari masyarakat Indonesia?
Penyebabnya bisa banyak, bisa sejak dahulu banyak peresepan yang salah kaprah dari petugas medis, juga banyak yang keblinger membeli antibiotik sendiri tanpa resep dokter untuk mengatasi penyakit yang dideritanya.
Padahal, antibiotik itu tidak boleh diperjualbelikan bebas tanpa resep dokter!
Tahu kah, karena penggunaan antibiotik yang serampangan ini, WHO sampai menyatakan ada 700 ribu kematian karena antibiotik di dunia.
Diperkirakan pada 2050, lebih dari 4,7 juta orang di Asia Pasifik meninggal setiap tahunnya karena infeksi yang sebelumnya dapat disembuhkan oleh antibiotik.
Sedihnya sekarang Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat resistensi tertinggi terhadap Imipenem, yaitu sebanyak 6% di antara negara-negara Asia lainnya.
Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional 2013, sekitar 86% antibiotik di Indonesia disimpan tanpa resep dokter.
Salah satu penyebab utama dari masalah resistensi ini adalah ini, penggunaan obat yang sembarangan.
Menurut Dr. dr. Hari Paraton, SpMK(K), selaku Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antibiotik (KPRA), kepada GridHEALTH.id, beberapa waktu lalu, antibiotik itu termasuk kedalam jenis obat resep dokter dan semestinya tidak boleh dibeli secara bebas.
Ditemui tim GridHEALTH.id di acara Koferensi Pers Peringatan Pekan Kesadaran Antibiotik Dunia 2019 di RSUI Depok, Dr. dr. Hari Paraton, SpMK(K), pun mengatakan terdapat empat penyebab utama yang paling sering memicu munculnya resistensi antibiotik di masyarakat.
BACA JUGA: Alergi Antibiotik Bisa Bahayakan Nyawa, Ini Jenis Alergi Lainnya
Pertama, pemakaian berlebihan (overused) karena kurangnya kontrol dari pihak pemberi antibiotik.
Kedua, penggunaan antibiotik tanpa indikasi (miused).
Banyak orang yang menggunakan antibiotik tanpa anjuran dokter sehingga menimbulkan resistensi pada suatu antibiotik.
Ketiga, penggunaan dibawah dosis yang dianjurkan (underused).
BACA JUGA: Hati-hati, Salah Pakai Obat Antibiotik Malah Bisa Jadi Penyebab Diare
Resistensi antibiotik bisa juga terjadi jika seseorang yang seharusnya rutin minum antibiotik, tetapi tidak mematuhi petunjuk penggunaan tersebut.
Keempat, transmisi (pembawa) bakteri resisten di fasilitas kesehatan, akibat abainya menjalankan kewaspadaan universal.(*)
#berantasstunting
BACA JUGA: Pemberian Antibiotik Tidak Selalu Disarankan Saat Flu, Ini Alasannya
BACA JUGA: Hentikan Resistensi Antibiotik Semakin Parah Dengan Tes Ini
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar