GridHEALTH.id - Minum teh setelah makan nampaknya sudah menjadi kebiasaan banyak orang di Indonesia.
Baik itu teh hangat maupun es teh, memang selalu menjadi pilihan ketika makan di warung juga di restoran.
Tapi tahukah, kebiasaan minum teh setelah makan tersebut sebaiknya segera kita kurangi atau sebisa mungkin hindari.
Pasalnya kebiasaan tersebut ternyata sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Seperti dilansir dari Web MD, didalam teh terdapat kandungan polifenol dari daunnya.
Meski polifenol dikatakan memiliki banyak manfaat, tapi jika terlalu berlebihan hal itu ternyata sangat berisiko pada tubuh yang kekurangan zat besi.
Baca Juga: Hati-hati, Penyakit Mematikan Mengintai Karyawan Yang Bekerja Lebih Dari 8 Jam
Hal ini disebabkan karena cita rasa teh yang semakin kuat, maka semakin besar efek teh untuk mengikat zat besi di dalam usus.
Jenis teh yang memiliki kadar polifenol yang tinggi adalah teh hitam.
Teh hitam yang telah melewati serangkaian proses oksidasi yang lebih banyak sehingga warnanya lebih pekat.
Baca Juga: Jeruk Makanan Khas Imlek Bawa Keberuntungan Juga Kesehatan
Minum teh saat makan atau setelah makan ada baiknya mulai dikurangi.
Apalagi bagi wanita yang sedang menstruasi lebih baik tak minum teh setelah makan.
Sebab, jika kadar zat besi dalam tubuh menurun akan memengaruhi kondisi badan.
Seperti kelelahan dan penurunan kekebalan tubuh.
Baca Juga: Bayi Menangis Terus-menerus, Ketahui Penyebab dan Cara Menenangkannya
Meski begitu bukan berarti kita dilarang sama sekali minum teh.
Akan tetapi Lebih baik lagi jika kita minum teh di waktu yang tepat.
Waktu yang tepat untuk minum teh direkomendasikan yaitu satu jam setelah selesai makan.
Baca Juga: Tindakan Berbahaya, Demi Liburan ke Perancis Gadis Wuhan Ini Kelabui Alat Pemeriksaan Bandara
Bagi mereka yang sedang diet, ada baiknya minum teh di waktu terpisah setelah menyantap kudapan untuk diet.
Hal tersebut dimaksudkan agar kadar zat besi dalam tubuh tetap terjaga.(*)
#berantasstunting
Source | : | WebMD |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar