GridHealth.ID - Kasus virus corona (Covid-19) di Indonesia semakin menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan. Pasalnya, per 13 April 2020, jumlah pasien positif Covid-19 mengalami penambahan sebanyak 316.
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto.
“Sehingga jumlah menjadi 4.557 kasus dari sebelumnya 4.241 kasus," ujar Yurianto melalui konferensi pers pada Senin, 13 April 2020.
Dalam hal ini berbagai pihak menganggap bahwa angka yang selama ini dibagikan tidak sesuai dengan jumlah sebenarnya.
Akibatnya, pemerintah telah didesak oleh IDI, maupun sejumlah pihak lainnya, seperti kepala daerah, organisasi profesi, hingga pemerhati hak asasi manusia, untuk membeberkan transparansi data kasus Covid-19 yang sebenarnya.
Melalui tulisan ini, GridHealth mencoba merangkum beberapa pernyataan yang dilayangkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait permintaan transparansi data kasus virus corona (Covid-19) di Indonesia kepada pemerintah.
Pada Senin (16/3/20), Ketua Umum IDI Daeng M Faqih, sempat meminta pemerintah membuka data medik pasien positif virus corona karena alasan kedaruratan.
Daeng mengatakan bahwa dengan dibukanya data tersebut maka akan mempermudah penelusuran kontak atau contact tracing pasien dengan pihak lain, sehingga memudahkan penanggulangan Covid-19.
Baca Juga: IDI Desak Indonesia Harus Lockdown, Jokowi: 'Setiap Negara Berbeda-beda'
"Malah disebutkan untuk kepentingan umum yang mengancam terjadinya KLB sekarang justru sudah pandemik yang mengancam kesehatan masyarakat, maka diperbolehkan membuka rahasia kedokteran," kata Daeng, di Kantor PB IDI, Jakarta, dikutip dari CNN Indonesia TV, Senin (16/3/20).
Baca Juga: Gara-Gara Covid-19, KUA di Jember LockDown, Pernikahan Ditangguhkan
Tak hanya itu, melansir Kompas.com, Daeng M Faqih juga meminta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengumumkan hasil pemeriksaan sampel yang telah dinyatakan negatif dari virus corona (Covid-19).
Baca Juga: Seorang Pakar Seks Indonesia Dikabarkan Meninggal Dunia, IDI Pastikan Covid-19
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan untuk membuat masyarakat lebih tenang dalam menyikapi wabah Covid-19.
"Kami meminta sebetulnya ke Litbangkes yang dinyatakan negatif itu tolonglah diumumkan negatifnya kenapa," kata Daeng dalam acara diskusi di Kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (20/2/2020).
"Apakah memang enggak punya penyakit sama sekali ataukah penyakit lain. Kalau penyakit lain apa?" sambung dia.
Bahkan, Sekretaris Satgas Covid-19 IDI, Dyah Agustina beberapa waktu lalu juga mengaku tidak tahu secara pasti jumlah tenaga kesehatan yang jadi suspect dan positif Covid-19.
Karenanya, IDI melalui Dyah mendorong pemerintah untuk memberikan data tenaga kesehatan yang positif virus corona (Covid-19).
"Itu yang kami minta adanya transparansi itu seperti itu. Jadi sampai saat ini itu kita meraba-raba semua dan mencari data masing-masing. Jadi itu yang kita inginkan, transparansi itu termasuk sebenarnya berapa sih yang pastinya jumlah tertular, jumlah positif, itu yang minta kan datanya," ujar Dyah, Senin (16/3/2020), seperti dilansir dari detik.com.
Kini, setelah berkali-kali didesak oleh IDI, maupun sejumlah pihak lainnya, termasuk masyarakat umum, akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada seluruh jajarannya untuk membagikan data kasus Covid-19 lebih transparan kepada publik.
Baca Juga: WHO; Covid-19 10 Kali Lebih Mematikan Daripada Flu Babi (H1N1)
Pernyataan itu disampaikan oleh Jokowi dalam rapat terbatas dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Senin (13/4/2020) kemarin.
"Sehingga informasi itu semuanya ada, baik mengenai jumlah PDP di setiap daerah, jumlah yang positif, jumlah yang meninggal jumlah yang sembuh, semuanya menjadi jelas dan terdata dengan baik. Harusnya ini setiap hari bisa di-update dan lebih tepat," kata Jokowi, dikutip dari Kompas.com.
"Untuk yang sudah dites PCR berapa, ada semuanya dan terbuka. Sehingga semua orang bisa mengakses data ini dengan baik," ujar dia.
Menanggapi hal ini, IDI mendukung langkah Jokowi sebagai upaya analisa kebijakan penanganan Covid-19, seperti dilansir dari detik.com.
"Jadi, keterbukaan data penting dalam artian, berapa jumlah pasien, PDP, ODP, berapa yang saat ini dirawat, kemudian jumlah pasien sembuh. Persebaran ini penting saat kita ingin membuat sebuah, bagaimana strategi untuk lakukan penatalaksanaan Covid-19 di Indonesia ini," ucap Sekjen PB IDI Moh. Adib Khumaidi, Senin (13/4/2020).
Baca Juga: 4 Istilah Baru dalam Pandemi Covid-19 di Indonesia, Salah Satunya ODR
Menurutnya keterbukaan data bisa digunakan untuk analisa penyebaran virus corona di Indonesia. Sehingga mempermudah penanganan dan penelusuran kontak pasien Covid-19.
"Setelah buat peta sebaran, harus ditindak lanjuti sebuah proses untuk kemudian tracing kontak, ditindak lanjuti dengan surveillance, dengan pemantauan kewilayahan yang mungkin dilakukan donasi kesehatan dengan puskesmas-nya," kata Adib.
Tak hanya itu, Adib juga mengatakan bahwa dengan adanya peta persebaran, maka pemerintah pusat bisa ikut mengawasi seluruh darah. Lalu, bisa menentukan suatu daerah berstatus Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tanpa menunggu usulan daerah.
"Kita bicara PSBB atau karantina wilayah, data terbuka, pusat pun bisa memantau tanpa harus ada pengajuan dari wilayah, pusat juga bisa usulkan," ujarnya.(*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | CNN,kompas,detik |
Penulis | : | Levi Larassaty |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar