GridHEALTH.id - Awalnya tak mudah bagi Oktaviani menjalani aktivitasnya sebagai dokter relawan bagi pasien corona di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta Pusat.
Sebab banyak tantangan yang harus dihadapi selain merawat para pasien yang terinfeksi virus corona (Covid-19) tersebut.
Dokter yang bernama lengkap Letda CKM (K) dr. Oktaviani Eka Puspisari, diketahui merupakan seorang Perwira Pertama di Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Puskesad).
Kepada GridHEALTH.id, Oktaviani membagikan pengalamannya dan tantangan yang ia hadapi saat menangani pasien Covid-19 di rumah sakit itu.
Menurutnya sebagai tenaga medis yang melakukan kontak langsung dengan pasien Covid-19, tentu risiko yang dihadapinya pertama kali adalah risiko tertular virus.
Sehingga selama dirinya bertugas selalu mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap.
Baca Juga: Ngeri Tembus Saat Datang Bulan, Dokter di RSD Wisma Atlet Berharap Ada Pembalut Celana
Diakui Oktaviani bekerja sambil mengenakan APD lengkap memang sedikit merepotkan, untuk bernapas saja sedikit susah karena penggunaan masker n95 serta terasa kepanasan karena ia juga harus mengenakan baju yang berlapis-lapis.
Bahkan karena sadar ketersediaan APD terbatas, Oktaviani rela mencari cara agar tetap bisa nahan makan, minum, buang air kecil, atau buang air besar.
Diketahui dalam sehari para tenaga medis bekerja selama 8 jam.
Baca Juga: Sempat Dinyatakan Sembuh dari Covid-19, Pemudik dari Jakarta Ini Meninggal Dunia 12 Jam Kemudian
Selain itu, sebagai seorang wanita pastinya Oktaviani harus dihadapkan dengan halangan haid alias menstruasi.
Meski begitu ia tetap berusaha agar tak terlalu sering mengganti APD.
“Solusinya, lima menit sebelum pakai hazmat, kami ganti pembalut. Pakai pembalut yang benar-benar paling panjang. Yang ukurannya 35 cm,” ungkap Oktaviani.
Baca Juga: Dokter Wanita di RSD Wisma Atlet Hilangkan Nyeri Haid dengan Berjuang Selamatkan Pasien Covid-19
Alhasil dirinya harus rela bertahan dengan satu pembalut selama 8 jam. Usai jam kerja baru ganti pembalut.
“Sudah penuh banget, tapi mau gimana lagi? Daripada harus bolak-balik ganti pembalut, jadinya ditahan saja sampai 8 jam,” lanjutnya.
Padahal idealnya wanita yang mengalami haid rutin mengganti pembalutnya 4-6 jam sekali.
Baca Juga: Studi: Virus Corona Menyerang Imunitas Tubuh Seperti Halnya HIV
Sebab dilansir dari Paras HMRI Hospital pembalut yang tidak rutin diganti dapat memicu timbulnya infeksi.
Infeksi yang terjadi bisa pada vagina, leher rahim (serviks), iritasi pada permukaan organ intim wanita, bahkan risiko terjadinya keputihan yang tidak normal, khususnya menjelang haid.
Hal ini dikarenakan selama periode haid, keseimbangan kadar bakteri baik yang ada di organ intim akan mengalami perubahan, sehingga menciptakan kondisi yang ideal bagi bakteri jahat maupun jamur untuk berkembang.
Meski demikian, risiko tersebut tak membuat tekad Oktaviani dalam membantu menangani pasien Covid-19 menjadi surut.
Baca Juga: 3 Hoaks Cara Mengobati Covid-19, Satu Anak Sehat Meninggal Karenanya dan 1000 Oranglainnya Kritis
"Setidaknya orang-orang yang datang dengan diagnosis positif bisa pulang dengan diagnosis negatif sudah bebas dari covid itu buat kita senang aja. Oh berarti kita sudah memutus mata rantai 1 nih buat orang menyebarkan kepada orang lain di luar sana. Kalau misalnya kita tidak bertahan disini siapa lagi yang mau bantu Negara kita menjadi lebih baik," ungkapnya.(*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | Gridhealth.id,parashospitals.com |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar