GridHEALTH.id - Sudah enam bulan Indonesia dilanda pandemi virus corona (Covid-19).
Bila dilihat ke belakang, tentu masih ingat saat sejumlah pihak membuat prediksi kapan pandemi Covid-19 akan berakhir di Indonesia, termasuk pemerintah.
Sayangnya prediksi tersebut meleset dan justru Covid-19 semakin mewabah di tanah air.
Dimana berdasarkan data dari covid19.go.id, kasus positif virus corona secara akumulatif di Indonesia per Kamis (3/9/2020) mencapai 184.268 orang sejak kasus pertama diungkap pada 2 Maret lalu. Dari jumlah tersebut ada 132.055 sembuh dan 7.750 meninggal.
Melihat hal tersebut, Ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono pun ikut memberi komentar terkait melesetnya prediksi akhir pandemi ini.
Menurutnya sejak awal respons pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 tidak terkoordinasi dengan baik.
Hal tersebut menjadi faktor mengapa mayoritas target dan prediksi pemerintah soal kondisi Covid-19 di Indonesia meleset.
Baca Juga: Sudah ada Protokol Kesehatan, Faktanya Pasien Wisma Atlet Didominasi Pengguna Angkutan Umum
"Respons pemerintah kita atas pandemi Covid-19 tak terkoordinasi dengan baik. Sehingga sampai saat ini rencana pemerintah meleset semua," ujar Pandu ketika dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (3/9/2020).
Dia mencontohkan, sejak awal pemerintah tidak fokus kepada proses tes menggunakan metode real time PCR.
Baca Juga: Tidur Siang Lebih dari 1 Jam Berisiko Tinggi Kematian karena Penyakit Kardiovaskular
Saat itu, malah marak digelar rapid test. Padahal, menurutnya metode swab test PCR memiliki tingkat akurasi yang lebih tepat jika dibandingkan dengan rapid test.
Jika metode tes yang dilakukan lebih akurat, penanganan pasien Covid-19 dan pemetaan kasus bisa dilakukan dengan cepat sehingga sebaran bisa ditekan.
Selain itu, kata Pandu, pada awalnya pemerintah sempat menganggap memakai masker tidak penting dilakukan.
Baca Juga: Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 Revisi ke 5, Karantina dan Syarat Baru Bisa Test SWAB
Padahal, menurutnya masker merupakan alat pelindung yang ampuh untuk mencegah paparan droplet dari individu yang terinfeksi Covid-19.
Pada akhirnya, saat ini masyarakat masih banyak yang sulit beradaptasi untuk disiplin memakai masker.
Kedua kondisi di atas menurut Pandu mempengaruhi banyaknya penularan Covid-19 yang terjadi di masa normal baru.
"Sebab sebenarnya, jika masyarakat disiplin memakai masker, menerapkan protokol kesehatan dan didukung testing yang masif, angka positif bisa ditekan," tutur Pandu.
Namun, saat ini banyak masyarakat yang mulai lalai atau jenuh karena sejak awal pemerintah seakan tidak serius merespons pandemi Covid-19.
Pada saat ada kondisi tertentu yang menyebabkan mobilitas masyarakat seperti libur panjang, potensi penularan menjadi lebih besar dan menyebabkan lonjakan kasus konfirmasi positif.
Baca Juga: Erick Thohir; Kesaktian Vaksin Covid-19 Terhadap Virus Corona Hanya 6 Bulan Hingga 2 Tahun
"Jika begini, keinginan pemerintah untuk tetap mementingkan sisi kesehatan sambil memulihkan kondisi ekonomi pun lebih sulit," ujar Pandu.
Dirinya memperkirakan, tingginya penularan Covid-19 bisa terjadi hingga akhir 2020. Bahkan menurut prediksinya, puncak pandemi Covid-19 di Indonesia bisa saja terjadi pada 2021.
Indikasinya, kata Pandu, hingga enam bulan pandemi berlangsung, belum ada tanda-tanda kasus Covid-19 mengalami penurunan.
Baca Juga: Bertambah 3.622 Kasus Baru Covid-19, Benarkah Puncak Corona Indonesia Terjadi di Bulan Ini?
"Bahkan akhir-akhir ini penambahan kasus justru melonjak. Sehingga strategi respons terhadap pandemi harus diubah," tutur Pandu.
Menurut Pandu, pemerintah semestinya kembali memprioritaskan penanganan pandemi.
"Sebaiknya secara konsisten melakukan testing, tracing dan isolasi. Tetap menekankan pentingnya perilaku pakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak," tambah Pandu.(*)
Baca Juga: Penyebaran Virus Corona Semakin Tak Terkendali, Ahli Imbau Pasangan Pakai Masker Saat Bercinta
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | Kompas.com,covid19.go.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar