GridHEALTH.id - Saat pandemi Covid-19 saat ini, semua orang menyurakan 3m hingga 3T.
Padahal yang paling utama dalam situasi pandemi Covid-19 adalah imunitas kuat, tidak mengabaikan 3M.
Baca Juga: 27 Tahun Lebih Dibekukan, Embrio Ini Lahir Menjadi Manusia yang Imut dan Lucu
Untuk imunitas kuat, caranya bukan dengan minum pil ini dan tablet itu.
Tapi kita harus makan bergizi seimbang, olahraga teratur, aktivitas fisik ditingkatkan dari pada pasif, dan istirahat cukup, minum sesuai kebutuhan.
Kenapa makan bergizi seimbang? Karena di situ kita akan mendapatkan anake zat gizi yang dibutuhkan tubuh, tanpa kecuali, termasuk untuk imunitas alias kekebalan tubuh.
Baca Juga: Libur Waktu yang Tepat Untuk Kecilkan Perut Buncit, Ini 4 Olahraga Sederhana yang Bisa Jadi Pilihan
Bukti eksperimental dalam beberapa dekade terakhir menunjukkan, zat besi adalah elemen fundamental untuk perkembangan normal sistem kekebalan tubuh.
Kekurangan zat besi, melansir National Library of Medicine - PubMed.gov dalam judul publikasi ilmiah 'Role of iron in immunity and its relation with infections', memengaruhi kapasitas untuk memiliki respons imun yang memadai.
Peran zat besi dalam kekebalan tubuh, diperlukan untuk proliferasi dan pematangan sel kekebalan, terutama limfosit, yang terkait dengan pembentukan respons spesifik terhadap infeksi.
Baca Juga: 7 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Menggunakan Kontrasepsi
Tubuh memiliki kapasitas untuk mengurangi ketersediaan zat besi untuk dikonsumsi oleh unsur-unsur infeksi oleh protein seperti transferin dan laktoferin.
Selain itu, zat besi penting untuk perkembangbiakan bakteri, parasit, dan sel neoplastik.
Jadi kelebihan zat besi berpotensi memfasilitasi perkembangan infeksi dan invasi sel tumor.
Sistem kekebalan memiliki mekanisme bakteriostatik yang mengurangi ketersediaan logam, mengganggu pertumbuhan bakteri.
Selain itu, sistem ini menggunakan zat besi sebagai perantara dalam produksi sel bakteriostatik.
Sedihnya di Indonesia, melansir ejournal2.litbang.kemkes.go.id dalam judul publikasi ilmiah Kontribusi Asupan Zat Besi dan Vitamin C Terhadap Status Anemia Gizi Besi Pada Balita Indonesia, yang disusun oleh Ade Nugraheni Herawati1, Nurheni Sri Palupi, Nuri Andarwulan, dan Efriwati, dari program Studi Ilmu Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor; Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor; Indonesia Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, di dapatkan fakta Prevalensi anemia gizi besi (AGB) pada balita Indonesia masih tinggi.
Baca Juga: Darah Haid Sedikit Juga Menandakan Adanya Gangguan Kesehatan
Kebiasaan makan balita yang kurang beragam menjadi salah satu faktor rendahnya asupan zat gizi, khususnya zat gizi mikro seperti zat besi.
Dalam penelitian ini, melakukan penelitian kepada 185 anak balita dengan kisaran umur 12-59 bulan yang memiliki data asupan makanan (SKMI 2014) dan biokimia darah (Riskesdas 2013).
Baca Juga: Seperti Ini Tata Cara Pemungutan Suara Pilkada Bagi Pasien Covid-19
Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecukupan asupan zat besi dan vitamin C pada tiap kelompok umur (P> 0,05).
Terdapat korelasi positif antara tingkat kecukupan asupan zat besi pada kategori normal (≥77% AKG) dengan konsentrasi hemoglobin (P< 0,05; r ˂ 0,5).
Terdapat korelasi antara tingkat kecukupan asupan zat besi dan vitamin C pada kategori defisiensi (˂77% AKG) dengan konsentrasi feritin dan transferin (P< 0,05; r ˂ 0,5).
Baca Juga: 6 Efek Buruk Gula yang Jadi Alasan Mengapa Perlu Dikurangi Konsumsinya
Dapat disimpulkan bahwa umur kelompok muda (12-35 bulan) dengan tingkat kecukupan asupan zat besi ˂77% AKG beresiko mengalami AGB. [Penel Gizi Makan2018, 41(2):65-76]
Ternyata masalah anemia pun menjadi masalah besar di dunia. Anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih belum dapat dituntaskan hingga saat ini.
Organisasi kesehatan dunia memperkirakan bahwa sekitar 800 juta penduduk dunia menderita anemia dan 273,2 juta di antaranya merupakan anak berumur di bawah lima tahun atau balita.
Baca Juga: Untuk Siapa Jutaan Dosis Vaksin Pesanan Pemerintah yang Sudah Tiba di Tanah Air?
Di Indonesia, prevalensi anemia pada anak balita tercatat mencapai 46persenpada tahun 1997 dan kemudian menurun menjadi 31,4persenpada tahun 2008.
Pada tahun 2013, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) melaporkan bahwa prevalensi anemia pada balita menurun menjadi 28,1persen.
Meskipun angka prevalensi anemia pada balita terus berkurang setiap periode, namun penurunannya belum maksimal.
Bahkan angka prevalensi tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti Thailand yang hanya mencapai 9 persenuntuk anak bayi dan 18,4persenuntuk anak-anak4
Penyebab anemia yang paling banyak ditemukan pada anak-anak di berbagai negara adalah anemia gizi besi (AGB).
Baca Juga: Konsumsi Gula Berlebih Bikin Kesehatan Kulit Terganggu, Picu Penuaan Dini
AGB merupakan suatu keadaan ketika seseorang mengalami anemia yang disebabkan oleh defisiensi zat besi, sehingga keberadaan zat besi tidak cukup untuk mempertahankan fungsi fisiologis normal jaringan darah, otak, dan oto6.
Selain defisiensi zat besi, AGB juga dapat disebabkan karena kekurangan mikronutrien lain seperti vitamin C, yang diketahui sebagai penghancur untuk mencegah pengendapan zat besi dalam usus.
Oleh karena itu, asupan vitamin C dan zat besi harus seimbang guna menghindari kejadian AGB.
Ingat, kondisi AGB dapat berpengaruh pada perkembangan psikomotorik karena AGB dapat menghambat sintesis asam lemak dan kolesterol oleh oligodendrosit, untuk produksi dan pemecahan zat-zat yang bertindak sebagai transmiter, yang menghantarkan rangsangan dari satu sel neuron ke neuron lainnya.
Lebih lanjut, kekurangan asupan zat besi sering dikaitkan dengan faktor risiko attention-deficit/hyperactivity disorder, restless legs syndromedan pergerakan anggota tubuh yang berlebihan saat tidur.
Baca Juga: Tata Cara Pencoblosan di TPS yang Aman Sesuai Protokol Kesehatan, Cegah Virus Corona
Nah, supaya tidak mengalami kekurangan zat besi, berikut aneka bahan makanan rekomendasi yang kaya zat besi, seperti dilansir dari nakita.id (8 Desember 2020);
1. Daging merah
100 mg daging merah mengandung 2.7 mg zat besi.
Daging merah juga kaya akan protein, zinc, selenium, dan beberapa vitamin B.
2. Jeroan
Jeroan seperti hati, jantung, dan sebagainya mengandung zat besi yang tinggi.
100 gram hati sapi mengandung 6.5 mg zat besi.
Jeroan juga tinggi akan protein dan kaya akan vitamin B, tembaga, dan selenium.
3. Bayam
Dalam 100 gram bayam mengandung 2.7 mg zat besi dan juga kaya akan vitamin C.
Baca Juga: Dehidrasi Bisa Bikin Miss V Jadi Kering, Wanita Perlu Waspadai Risikonya
Vitamin C dalam bayam membantu meningkatkan penyerapan zat besi pada tubuh.
Bayam juga kaya akan antioksidan yang disebut karotenoid yang mengurangi risiko kanker, meredakan inflamasi, dan melindungi mata.
4. Brokoli
Dalam 156 gram brokoli yang sudah di masak mengandung 1 mg zat besi dan vitamin C yang membantu menyerapnya ke dalam tubuh.
Selain itu, brokoli tinggi akan folat dan 5 gram serat serta beberapa vitamin K.
Baca Juga: Manajer Uji Klinis Unpad; 'Efektivitas Vaksin Covid-19 Sinovac di Indonesia Belum Diketahui'
5. Tofu
Dalam setengah cangkir tofu atau 126 gram mengandung 3.4 mg zat besi.
Tofu juga sumber tiamin dan beberapa mineral, termasuk kalsium, magnesium, dan selenium.(*)
View this post on Instagram
#berantasstunting
#HadapiCorona
#BijakGGL
Source | : | nakita.grid.id,pubmed.ncbi.nlm.nih.gov,ejournal2.litbang.kemkes.go.id |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar