Tubuh memiliki kapasitas untuk mengurangi ketersediaan zat besi untuk dikonsumsi oleh unsur-unsur infeksi oleh protein seperti transferin dan laktoferin.
Selain itu, zat besi penting untuk perkembangbiakan bakteri, parasit, dan sel neoplastik.
Jadi kelebihan zat besi berpotensi memfasilitasi perkembangan infeksi dan invasi sel tumor.
Sistem kekebalan memiliki mekanisme bakteriostatik yang mengurangi ketersediaan logam, mengganggu pertumbuhan bakteri.
Selain itu, sistem ini menggunakan zat besi sebagai perantara dalam produksi sel bakteriostatik.
Sedihnya di Indonesia, melansir ejournal2.litbang.kemkes.go.id dalam judul publikasi ilmiah Kontribusi Asupan Zat Besi dan Vitamin C Terhadap Status Anemia Gizi Besi Pada Balita Indonesia, yang disusun oleh Ade Nugraheni Herawati1, Nurheni Sri Palupi, Nuri Andarwulan, dan Efriwati, dari program Studi Ilmu Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor; Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor; Indonesia Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, di dapatkan fakta Prevalensi anemia gizi besi (AGB) pada balita Indonesia masih tinggi.
Baca Juga: Meningkatkan Imunitas dengan Serai Sebagai Ramuan Alami, Ini Cara Menggunakannya
Kebiasaan makan balita yang kurang beragam menjadi salah satu faktor rendahnya asupan zat gizi, khususnya zat gizi mikro seperti zat besi.
Dalam penelitian ini, melakukan penelitian kepada 185 anak balita dengan kisaran umur 12-59 bulan yang memiliki data asupan makanan (SKMI 2014) dan biokimia darah (Riskesdas 2013).
Source | : | nakita.grid.id,pubmed.ncbi.nlm.nih.gov |
Penulis | : | Konten Grid |
Editor | : | Grid Content Team |
Komentar