GridHEALTH.id - Vaksin Nusantara besutan mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto kembali menjadi perbincangan sejumlah pihak.
Kali ini Lembaga Biologi Molekuler Eijkman pun ikut berkomentar perihal vaksin yang khusus diperuntukan virus corona (Covid-19) tersebut.
Menurut Kepala Peneliti Eijkman, Amin Soebandrio, metode yang dipakai vaksin Nusantara sebenarnya sudah pernah digunakan untuk terapi pasien kanker.
Baca Juga: Setelah Riset Vaksin Nusantara Terawan Distop, DPR Keukeuh Minta Dilanjutkan Karena Satu Hal Ini
Dimana metode yang digunakan dalam pengembangan vaksin itu diketahui dengan mengambil sel dendritik yaitu satu sel yang menyusun sistem kekebalan manusia.
“Jadi dia memang akan mengenali benda-benda asing yang masuk termasuk virus atau bakteri. Kemudian akan, ceritanya akan dimakan oleh dia dan katakanlah akan dipotong-potong dan bagiannya akan dimunculkan di permukaan sel tersebut,” kata Amin seperti dilansir dari Sindonews.com (25/3/2021).
Amin menambahkan, sel yang muncul tersebut nantinya yang akan merangsang dan membentuk kekebalan baru atau antibodi.
“Nah bagian-bagian dari virus atau bakteri yang dimunculkan ke permukaan itu akan merangsang kekebalan seluler atau kalau dia akan bergabung dengan beberapa molekuler maka akan membentuk kekebalan. Artinya pembentukan antibodi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Amin mengungkap bahwa metode pengambilan sel denderitik tersebut pernah digunakan untuk terapi pasien kanker.
Baca Juga: Survei : Warga Pilih Vaksin Covid-19 Merah Putih Produksi Indonesia Dibanding Sinovac Buatan Cina
Namun penggunaan metode ini untuk Covid-19 menjadi yang pertama kali didunia.
“Nah itu teknologi itu memang sudah dicoba dan itu untuk terapi kanker. Untuk vaksin penyakit infeksi belum ada yang pernah digunakan. Jadi saat ini penggunaan SARS-Cov-2 ini memang salah satu yang dicoba pertama kali, yang akan diterapkan di manusia,” ujarnya.
Amin menjelaskan bahwa gagasan dari metode dendritik ini memang diperuntukan untuk meningkatkan respons imun.
“Memang gagasannya adalah untuk meningkatkan respons imun terhadap bagian-bagian dari mikroba yang akan dihentikan,” paparnya.
Baca Juga: Jawaban Menohok Mantan Menkes Terawan Saat Vaksin Nusantara Dikritik: 'Itu Hasilnya Ada'
“Jadi intinya, dalam penyiapan vaksin dendritik ini, dari sel manusia yang diambil kemudian di biak, atau diberi antigen yang berupa bagian-bagian dari virus SARS-Cov-2 ini. Sehingga, sel dendritik ini sesuai sifatnya akan mengambil protein yang diberikan. Kemudian akan dimunculkan. Nah itu yang diharapkan munculnya kekebalan,” tambah Amin.
Sementara itu, diketahui sebelumnya riset vaksin Nusantara dihentikan sementara oleh tim peneliti dengan mengajukan surat permohonan kepada Kemenkes.
Alasannya, untuk melengkapi dokumen persyaratan kepada BPOM agar bisa melanjutkan proses uji klinis fase II.
Kepala BPOM Penny Lukito membeberkan beberapa hal terkait penelitian vaksin tersebut yang dinilai tak sesuai dengan kaidah medis.
Salah satunya, terdapat perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik.
"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Komite etik dari RSPAD Gatot Subroto, tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi," kata Penny seperti dilansir dari artikel yang dipublish GridHEALTH.id (23 Maret2021).(*)
View this post on Instagram
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL
Source | : | GridHEALTH.id,Sindonews.com |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar