Saat itu negara-negara Asia lain sudah lebih dulu memiliki kasus positif dan kematian akibat flu burung subtipe H5N1. Mereka adalah Thailand, Kamboja, dan Vietnam.
Bedanya di Indonesia korban adalah penduduk urban yang tidak terkait langsung dengan urusan peternakan.
Namun sejak 2006, Indonesia sukses mengidentifikasi flu burung tanpa bantuan pihak asing, kolaborasi balitbangkes, lembaga eijkman, dan unit riset medis angkatan laut dua.
Upaya pengendalian dan penanggulangan flu burung dilakukan dengan peningkatan biosekuriti pada peternakan, dan sertifikasi kompartemen bebas flu burung.
Program ini, diklaim bisa menurunkan kasus flu burung di Indonesia secara signifikan, dari 2.751 kasus di tahun 2017, menjadi 476 kasus pada 2018.
Sementara berdasarkan data yang dirilis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, ada 200 laporan kasus dengan 168 kematian hingga tahun 2018.
Melihat hal itu, lantas apa yang dimaksud dengan program biosekuriti?
Dilansir dari laman ugm.ac.id (18/4/2021), biosekuriti dalam bidang peternakan diartikan sebagai upaya mencegah kuman penyakit tidak masuk ke peternakan sehingga ayam tetap sehat dan menghasilkan produk yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).
Dijelaskan Dr. Ir. Suci Paramitasari Syahlani, MM., IPM. selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan UGM, terdapat rambu sederhana dalam penerapan biosekuriti 3 zona, yaitu membagi area peternakan menjadi 3 zona, yaitu merah, kuning, dan hijau.
Source | : | Kompas.com,Ugm.ac.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar