GridHEALTH.id - Meski pandemi Covid-19 masih berlangsung, Indonesia didesak sesegera mungkin menggelar dan melanjutkan sekolah tatap muka.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan PBB untuk Anak-anak (UNICEF).
Bahkan untuk di daerah dengan tingkat Covid-19 tinggi sekalipun, WHO merekomendasikan agar sekolah tetap kembali dibuka.
Rekomendasi tersebut keluar setelah selama 18 bulan sekolah di Indonesia memberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Adapun pembukaan sekolah harus dilakukan secara aman mengingat adanya penularan varian delta yang tinggi.
Pembukaan sekolah harus dilakukan dengan langkah-langkah untuk meminimalkan virus, seperti menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat, di antaranya menjaga jarak fisik setidaknya satu meter, dan mencuci tangan dengan sabun secara teratur.
Hal itu diungkapkan Dr Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia dalam keterangan tertulis sebagaimana disampaikan dalam laman resmi WHO (16/9/2021).
“Jadi, penting bahwa ketika kami membuka sekolah, kami juga mengendalikan penularan di komunitas-komunitas itu,” ujarnya.
WHO juga menyebut dengan protokol keamanan yang ketat, sekolah dapat menjadi lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak daripada di luar sekolah.
Dalam keterangannya, WHO juga menyampaikan, penutupan sekolah berdampak tidak hanya pada pembelajaran siswa.
Tetapi juga pada kesehatan dan kesejahteraan ditahap perkembangan kritis anak, yang dapat menimbulkan efek jangka panjang.
Dalam keterangan tersebut, WHO maupun UNICEF juga menyoroti peningkatan pernikahan anak, dan kekerasan anak yang menunjukkan tingkat mengkhawatirkan.
Peradilan agama mencatat kenaikan tiga kali lipat permintaan dispensasi perkawinan, dari 23.126 pada 2019 menjadi 64.211 pada 2020.
Sementara itu, perwakilan UNICEF Debora Comini menyampaikan, sekolah bagi anak-anak lebih dari sekedar ruang kelas.
Sekolah memberikan pembelajaran, persahabatan, keamanan dan lingkungan yang sehat.
Menurutnya, semakin lama anak-anak tidak bersekolah, maka mereka tak lagi mendapatkan hal tersebut.
“Ketika pembatasan Covid-19 dilonggarkan, kita harus memprioritaskan pembukaan kembali sekolah yang aman sehingga jutaan siswa tidak menderita kerusakan seumur hidup pada pembelajaran dan potensi mereka,” ucapnya.
Ia mengingatkan, ketika pembukaan sekolah dilakukan, maka sekolah harus memberikan respons pemulihan yang tepat guna meminimalkan dampak penutupan sekolah jangka panjang pada kehidupan anak-anak yang terjadi selama ini.
Baca Juga: Usai Dipuji WHO, Menkes Budi Siap Jadikan Indonesia Pusat Global Pembuatan Vaksin Covid-19 mRNA
UNICEF menyerukan mengenai tiga prioritas utama yang harus dilakukan sekolah terkait pemulihan tersebut, yakni:
- Program yang ditargetkan untuk membawa semua anak dan remaja kembali ke sekolah dengan aman di mana mereka dapat mengakses layanan untuk memenuhi pembelajaran individu, kesehatan, kesejahteraan psikososial, dan kebutuhan lainnya.
- Membuat rencana penyegaran kembali pembelajaran atau remedial untuk membantu siswa mengejar pembelajaran yang hilang sambil tetap melanjutkan materi akademik baru.
- Dukungan bagi guru untuk mengatasi kehilangan pembelajaran, termasuk melalui teknologi digital.
UNICEF juga menyoroti, pada masa anak-anak tidak bersekolah dan pembelajaran jarak jauh (PJJ) diberlakukan, banyak anak menghadapi kendala dalam pendidikannya.
Sebuah survei yang dilakukan pada kuartal 2020 di 34 provinsi dan 247 kabupaten menunjukkan bahwa lebih dari setengah (57,3 %) kendala internet yang memadai sulit didapatkan.
Selain itu sekitar seperempat orang tua menyebut mereka kekurangan waktu dan kapasitas untuk mendukung anak-anak melakukan PJJ.
Adapun hampir tiga dari empat mengaku khawatir ketinggalan pembelajaran.(*)
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Saat WHO dan UNICEF Desak Indonesia Segera Gelar Sekolah Tatap Muka..."
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar