Mereka memodelkan tingkat tes positif agar sesuai dengan tren aktual, dan menggunakan "estimasi kuadrat terkecil untuk mendapatkan parameter model yang optimal," sebelum menerapkan "estimasi kepadatan kernel, untuk menyimpulkan waktu asal pandemi dengan probabilitas kepercayaan spesifik," menurut laporan penelitian itu, seperti dikutip dari Kompas.com.
Secara resmi, kasus pertama Covid-19 terdaftar di AS pada 20 Januari 2020, sekitar sebulan setelah wabah di kota Wuhan di China.
Para peneliti China berpendapat bahwa ada kemungkinan 50 % dari kasus pertama di 11 negara bagian AS dan Distrik Columbia terjadi sebelum itu, yakni pada awal April 2019 di Rhode Island dan hingga akhir November tahun itu di Delaware.
Sampel mereka sebagian besar terdiri dari negara bagian AS timur laut - Massachusetts, Vermont, New Hampshire, Connecticut, Rhode Island, New York, New Jersey, Delaware, Pennsylvania, Maryland dan Virginia, dengan Michigan dan Louisiana dilemparkan ke dalam campuran.
Sebagian besar makalah berfokus pada Maryland, lokasi Fort Detrick, pangkalan Angkatan Darat AS yang digunakan untuk meneliti senjata biologis selama Perang Dingin.
Lokasi itu sekarang menjadi tuan rumah program pertahanan biologis AS.
Meskipun makalah tersebut tidak secara khusus menyebutkan Fort Detrick, beberapa pejabat China telah berulang kali menyatakan bahwa virus itu mungkin berasal dari sana.
Asumsi itu dilontarkan sebagai lawan dari spekulasi AS bahwa virus Covid-19 berasal dari penelitian peningkatan fungsi (gain of function) pada virus kelelawar, yang dilakukan di Institut Virologi Wuhan (WIV).
Hipotesis 'kebocoran laboratorium' pada dasarnya berfokus pada pendanaan Institut Kesehatan Nasional AS yang diberikan kepada organisasi nirlaba bernama EcoHealth Alliance, yang bermitra dengan WIV untuk melakukan penelitian virus corona kelelawar.
Baca Juga: Menteri Luhut Sebut, Indonesia Bakal Produksi Vaksin Covid-19 Berbasis mRNA Tahun 2022
Source | : | Worldometers.info/coronavirus,Kompas.com |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar