GridHEALTH.id - Melalui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan kelompok bantuan lainnya, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus meminta negara anggota G20 untuk mendanai rencana senilai US$ 23,4 miliar guna memerangi pandemi Covid-19 di negara miskin.
Dana itu akan digunakan untuk pengadaan vaksin, tes, dan obat-obatan Covid-19 ke negara-negara miskin dalam 12 bulan berikutnya.
Mengutip Reuters Jumat (29/10/2021), dengan mendanai rencana tersebut, Tedros memprediksi dengan bantuan itu, maka bisa menyelamatkan lima juta jiwa di negara miskin.
Terlebih, saat ini Pembaruan terbaru dari Access to COVID-19 Tools Accelerator (ACT-A), hingga September 2022, diharapkan mencakup penggunaan pil antivirus oral eksperimental yang dibuat oleh Merck & Co untuk mengobati kasus Covid-19 ringan dan sedang.
Jika pil tersebut disetujui oleh pihak berwenang, biayanya bisa hanya US$ 10 per kursus, kata rencana tersebut, sejalan dengan draf dokumen yang dilihat oleh Reuters awal bulan ini.
"Permintaannya sebesar US$ 23,4 miliar. Itu jumlah uang yang wajar, tetapi jika Anda bandingkan dengan kerusakan yang juga terjadi pada ekonomi global oleh pandemi, itu tidak terlalu banyak," Carl Bildt, Utusan Khusus WHO untuk ACT-Accelerator.
Baca Juga: WHO Desak G20 Danai Vaksin, Tes, dan Obat Covid-19 Merata Hingga Negara Miskin
Baca Juga: Sindrom Brugada, Kelainan Irama Jantung Langka Namun Mengancam Nyawa
Anggaran yang sama sebesar US$ 7 miliar dialokasikan untuk vaksin dan tes diagnostik, dengan tambahan US$ 5,9 miliar untuk meningkatkan sistem kesehatan. Dana sebanyak US$ 3,5 miliar untuk perawatan termasuk antivirus, kortikosteroid, dan oksigen medis.
“Sebenarnya COVAX, cabang vaksin ACT-A, telah mengirimkan sekitar 400 juta dosis Covid-19 ke lebih dari 140 negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana tingkat vaksinasi tetap rendah,” kata kepala ilmuwan WHO Soumya Swaminathan.
Menurutnya, sekitar 82 negara kemungkinan akan melewatkan target global WHO untuk cakupan vaksinasi 40% pada akhir tahun, tetapi beberapa di antaranya bisa jika pasokan mulai mengalir, katanya.
"Salah satu hal yang sekarang sangat mengganggu adalah kebutuhan akan booster, semakin banyak negara berpenghasilan tinggi yang menggunakan dosis booster dan ini sekarang juga menyedot dosis vaksin, sehingga mengganggu pemerataan pada negara lainnya yang lebih membutuhkan," tambah Swaminathan.
Hampir satu juta suntikan booster diberikan setiap hari. Jumlah itu tiga kali lipat jumlah vaksin yang diberikan di negara-negara berpenghasilan rendah.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) sedang mempertimbangkan otorisasi penggunaan darurat molnupiravir yakni pil antivirus yang dikembangkan Merck dengan Ridgeback Biotherapeutics.
Obat ini ditunjukkan dalam uji klinis untuk mengurangi separuh risiko penyakit serius dan kematian ketika diberikan lebih awal untuk Covid-19.
Baca Juga: Tak Banyak Diketahui, Ternyata Diabetes Sampai Ada 12 Jenis
Baca Juga: 10 Keuntungan Olahraga di Pagi Hari, Anti Polusi dan Tambah Semangat
"Obat ini sekarang kami evaluasi dan kami akan segera bertemu dengan Merck untuk membahas data dari uji klinis mereka saat ini yang sedang berlangsung di negara lain," kata Maria van Kerkhove, pimpinan teknis WHO untuk Covid-19.
Ia menambahkan badan itu berharap untuk mengeluarkan panduan tentang penggunaannya dalam beberapa minggu mendatang. (*)
Source | : | Reuters,Kontan.co.id,Tribun News |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar