GridHEALTH.id - Malang nasib tiga balita dari Klaten, Jawa Tengah ini.
Sang ibu harus pergi selama-lamanya meninggalkan mereka bertiga dan suaminya.
Kronologis kejadian, menurut Sigit, sang suami, saat itu istrinya minum air mineral dalam botol yang diambilnya di kulkas.
"Awalnya istri saya minum air mineral uang tersimpan dalam lemari es, setelah minum, istri saya mengatakan air itu pahit," kata Sigit.
Saat itu, Sigit sedang memperbaiki plafon rumah.
Selang beberapa menit, "Melihat istri saya sempoyongan dan langsung saya tangkap, belum dibawa dibawa ke rumah sakit sudah meninggal," papar Sigit, dikutip dari TibunSolo (2/11/2021).
Atas kejanggalan itu, dia mencoba minum air mineral di botol yang minum istrinya.
"Saat minum air itu, saya respon muntah, lidah saya rasannya pahit, mulut saya jadi keras," ujar Sigit.
Untungnya, jelas Sigit, air tersebut tidak sampai tertelan dan langsung dimuntahkan.
"Atas kejadian tersebut, kami melaporkan ke polisi agar diusut tuntas," pungkasnya.
Baca Juga: Ingin Menurunkan Berat Badan Tanpa Diet? 4 Cara Sederhana Ini Bisa Dicoba
Kasus meninggalnya Henny Dwi Susanti (28), ibu muda asal Desa Taji, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, tewas mengenaskan pada Senin (1/11/2021), kini ditangani Polisi setempat.
Kasatreskrim Polres Klaten, AKP Guruh Bagus Eddy Suryana mengkonfirmasi kabar tersebut.
Ia mengatakan, korban diduga dibunuh, dengan cara diracun.
"Jadi menurut laporan keluarga, korban ini sekitar pukul 10.00 meminum minuman yang ada di kulkasnya. Setelah itu mual-mual dan kemudian terbujur kaku," jelasnya (2/11/2021).
Guruh menjelaskan, ada indikasi korban meninggal akibat diracun.
Polisi yang mendapat laporan sekitar pukul 11.00 WIB kemarin, langsung melakukan pengejaran terhadap pelaku.
Baca Juga: The Amazing Fruit, Pepaya Bisa Memberikan 7 Hal yang Kita Inginkan
Diduga pelaku adalah tetangganya sendiri.
Akhirnya, pada hari Selasa (2/11/2021) tersangka dapat diamankan oleh Polisi di wilayah Wonogiri.
Tersangka adalah tetangga korban yang rumahnya bersebelahan.
Ada dugaan tersangka masih ada hubungan kerabat dengan korban, saat ini pihaknya masih melakukan pendalaman.
Muncul pula kabar di sekitar warga, bila racun yang digunakan adalah potas, atau racun ikan.
Untuk diketahui, potas alias potasium sianida menurut Ahli Forensik Universitas Gadjah Mada (UGM), Lipur Riyantiningtyas, dikutip dari Kompas.com (4/5/2021), merupakan jenis racun yang bisa dibeli secara bebas.
Baca Juga: Mengenal Penyakit Infeksi Bakteri, Waspadai Ciri Khas Gejalanya Ini
Zat ini biasanya digunakan untuk racun tikus atau ikan.
Saat zat dalam potasium sianida masuk ke dalam tubuh, kemampuan tubuh dalam mengolah oksigen terganggu.
"Potasium sianida memiliki efek ke seluruh tubuh (sistematik), terutama memengaruhi sistem organ yang paling sensitif terhadap kadar oksigen rendah," kata CDC dalam lamannya.
Sistem orang yang paling sensitif terhadap kadar oksigen rendah antara lain sistem saraf pusat (otak), sistem kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah), dan sistem paru-paru.
“Dalam jumlah yang kecil, sianida akan menimbulkan gejala mual, muntah, sakit kepala, pusing, gelisah, napas sesak dan tubuh lemas,” kata Lipur.
Baca Juga: Kenapa Harga Tes RT PCR Kerap Berubah-ubah? Kemenkes Jelaskan Alasannya
Dalam jumlah besar, potasium sianida bakal membuat orang yang mengonsumsinya turun denyut nadinya hingga hilang kesadaran.
“Korban juga bisa kejang, kerusakan paru, gagal napas yang akhirnya akan meninggal. Dosis letalnya 1,5 miligram per kilogram berat badan,” imbuh Lipur.
Zat yang tidak berwarna dan terasa pahit ini dapat memengaruhi tubuh jika seseorang menelan, menghirup, melakukan kontak kulit dengan potasium sianida atau kontak mata.
Efek potasium sianida setelah terpapar tubuh muncul dengan cepat, dalam hitungan detik hingga menit.
Jika tubuh terpapar potasium sianida dalam jumlah banyak, kematian bisa terjadi dalam beberapa menit.(*)
Baca Juga: Kenapa Harga Tes RT PCR Kerap Berubah-ubah? Kemenkes Jelaskan Alasannya
Source | : | Kompas.com,TribunSolo |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar