GridHEALTH.id - Diphtheria atau difteri jadi salah satu penyakit infeksi yang berisiko menyerang anak-anak di bawah 5 tahun.
Penyakit infeksi diphtheria ini disebabkan oleh strain bakteri yang disebut Corynebacterium diphtheriae.
Bakteri tersebut diketahui menghasilkan toksin (racun) yang dapat menyebabkan lapisan tebal (atau membran) di hidung, tenggorokan, atau saluran napas.
Melansir kidshealth.org (4/2021), lapisan tersebut membuat penyakit infeksi difteri berbeda dari infeksi lain yang lebih umum yang menyebabkan sakit tenggorokan (seperti radang tenggorokan).
Lapisan ini biasanya berwarna abu-abu kabur atau hitam, dan dapat menyebabkan masalah pernapasan dan kesulitan menelan.
Saat infeksi berlanjut, seseorang mungkin gejala diphtheria seperti:
Baca Juga: Pengobatan Difteri Perlu Pemberian Antibiotik Hingga Antitoksin
- Mengalami kesulitan bernapas atau menelan
- Mengeluh penglihatan ganda
- Bicara cadel
- Menunjukkan tanda-tanda syok (kulit pucat dan dingin, detak jantung cepat, berkeringat, dan penampilan cemas)
Sementara itu, dalam kasus penyakit infeksi difteri yang berkembang di luar infeksi tenggorokan, toksin dapat menyebar melalui aliran darah.
Hal ini dapat menyebabkan masalah yang berpotensi mengancam jiwa dan mempengaruhi organ lain, seperti jantung dan ginjal. Toksin tersebut dapat:
- Merusak jantung dan mempengaruhi kemampuannya untuk memompa darah
- Membuat ginjal kesulitan membersihkan limbah dari tubuh
- Menyebabkan kerusakan saraf, akhirnya menyebabkan kelumpuhan
Perlu diketahui bahwa pasien difteri memiliki risiko meninggal hingga 50 % jika tidak diobati dengan tepat dan segera.
Karenanya jika merasa terkena penyakit infeksi difteri, baiknya segera melakukan pengobatan segera ke dokter.
Baca Juga: Mengenal Gejala Difteri, Penyakit Infeksi Bakteri yang Menghasilkan Racun Perusak Saluran Pernapasan
Namun terlepas dari itu, perlu diketahui bahwa difteri ini seharusnya sudah tidak ada lagi jika imunisasi pada anak dilakukan secara tuntas.
Sebab vaksin untuk penyakit infeksi tersebut sudah ditemukan, yakni vaksin DPT (difteri, pertusis dan tetanus).
Demikian yang dijelaskan dr. Windhi Kresnawati, SpA., dokter yang juga aktif di Yayasan Orang Tua Peduli, Markas Sehat kepada GridHEALTH.id (22/10/2021).
Menurutnya vaksin DPT adalah vaksin kombinasi yang diberikan salah satunya untuk penyakit difteri, selain pertusis (batuk rejan) dan tetanus.
Diketahui dengan vaksin, sistem kekebalan tubuh akan mampu mengenali dan tahu cara melawan suatu infeksi penyakit.
Itu artinya jika anak disuntik vaksin DPT, maka sistem kekebalan tubuh mereka akan terlatih dalam melawan kuman penyebab pertusis sehingga risiko batuk rejan tersebut bisa diminimalisir.
"Memang jika anak setelah vaksin DPT akan demam pasca imunisasi, tapi lebih takut mana difteri yang bisa menyebabakan kematian atau demam pasca imunisasi?," ujar dr. Windhi.
"Jadi ayo lengkapi imunisasi DPT," tambahnya.(*)
Baca Juga: 5 Penyakit Infeksi Menular Langganan Orang Indonesia, Semuanya Berisiko Tinggi
Source | : | Kidshealth.org |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar