Terdapat sekitar 3 juta orang partisipan yang terlibat dalam studi kedua.
Hasilnya menunjukkan bahwa satu dosis vaksin pada orang yang punya antibodi dari infeksi sebelumnya, menurunkan risiko infeksi ulang sebesar 58 persen, dua bulan setelah divaksin.
Sedangkan orang-orang yang sudah mendapatkan vaksin dosis lengkap, risiko infeksi ulang berkurang 66 persen.
Pramod Kumar Garg dari Translational Health Science and Technology Institute mengomentari hasil penemuan ini.
“Kekebalan hibrida karena paparan infeksi alami dan vaksinasi kemungkinan akan menjadi norma secara global dan mungkin memberikan perlindungan jangka panjang, bahkan terhadap varian yang muncul,” ujarnya, dikutip dari AFP.
Profesor di University of East Anglia, Paul Hunter, yang sama sekali tidak terlibat dalam kedua penelitian tersebut, mengatakan bahwa perlindungan hibrida sudah sangat baik.
Namun, ia mengingatkan kalau kedua studi tersebut telah selesai sebelum adanya varian baru Covid-19, Omicron.
Karena seperti yang diketahui, varian Omicron dapat menurunkkan efektivitas vaksin Covid-19 yang ada saat ini.
Sehingga saat ini, varian Omicron mendominasi kasus Covid-19 di seluruh dunia. Selain itu, ada juga turunannya BA.2.
Subvarian Omicron BA.2, disebut lebih mudah menyebar dibandingkan dengan varian aslinya. Namun, tingkat keparahannya terbilang serupa.
Sebuah studi dari Qatar yang dipublikasikan di medRxiv pekan lalu, seolah menjadi jawaban untuk keraguan Paul Hunter.
Source | : | AFP,The Guardian |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar