GridHEALTH.id – Hemofilia adalah penyakit keturunan, yang menyebabkan seseorang mengalami kesulitan dalam pembekuan darah. Sehingga saat terjadi pendarahan, akan sulit dihentikan.
Di Indonesia, pada 2020 lalu tercatat terdapat sekitar 2.700 orang yang sudah didiangnosis mengalami hemofilia.
Namun, jika dilihat dari statistik jumlah penduduk di Tanah Air, diperkirakan terdapat 28 ribu penderita hemofilia. Hanya saja, baru 10 persen yang bisa didiagnosis.
Terdapat dua jenis hemofilia, yakni hemofilia A dan B. Kelainan ini diturunkan melalui kromosom X, di mana angka kejadian hemofilia A sebanyak 1 dari 5.000-10.000 kelahiran bayi laki-laki.
Sedangkan hemofilia B, terjadi pada 1 di antara 30.000 kelahiran bayi laki-laki. Kurang lebih 70-80 persen, penderita hemofilia mempunyai Riwayat kondisi yang sama dalam keluarga.
Dr dr Novie Amelia Chozie, Sp.A(K) Spesialis Anak Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia dalam forum edukasi media ‘Mengawal Masa Depan Hemofilia di Indonesia’ memaparkan beberapa gejala hemofilia.
“Secara klinis, gejalanya ada yang ringan, sedang, dan berat. Bergantung pada berapa banyak faktor pembekuan (yang dimiliki) penyandang hemofilia,” ujarnya, Selasa (26/04/2022).
Pada penderita hemofilia ringan hingga sedang, gejala yang muncul yakni pendarahan yang sulit dihentikan setelah melakukan tindakan operasi kecil, seperti cabut gigi atau sunat. Ini dapat terjadi sebanyak satu kali dalam sebulan.
Sedangkan pada hemofilia sedang hingga berat, gejala yang terjadi yaitu munculnya lebam dan nyeri sendi, yang terjadi 1-2 kali dalam satu minggu.
Baca Juga: Mimisan Terlalu Sering, Bisa Merupakan Pertanda Adanya Penyakit serius
Lebam di tubuh penderita hemofilia, bisa terjadi setelah mengalami benturan ringan atau secara tiba-tiba tanpa alasan yang jelas.
Ada juga gejala pendarahan sendi, yang ditandai dengan bengkak, nyeri, dan sulit untuk digerakan. Jika diabaikan, ini bisa menyebabkan kerusakan pada sendi.
“Lama-kelamaan, jika tidak diobati dengan baik, di usia dekade kedua dan ketiga, itu sudah mulai terjadi kerusakan sendi. Sehingga terjadi kecacatan atau disabilitas,” kata dokter Novie.
Tak hanya sendi, hemofilia juga berisiko menyebabkan pendarahan di otot yang berisiko mengakibatkan perubahan bentuk dan gangguan fungsi.
Pendarahan hebat akibat hemofilia dapat mengancam jiwa, terutama jika terjadi di organ tertentu seperti otak, leher, dan saluran pencernaan.
Lantaran hemofilia merupakan kondisi yang dipengaruhi oleh kekurangan faktor pembekuan darah 8 (hemofilia A) dan faktor pembekuan darah 9 (hemofilia B), maka pengobatan yang dilakukan adalah dengan memberikan faktor pembekuan.
Selain itu, belum ada cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi kromosom atau gen yang rusak pada penderita hemofilia.
Faktor pembekuan darah diberikan kepada penderita hemofilia melalui transfusi dan dilakukan seumur hidup.
“Penangana hemofilia ini cukup kompleks, jadi tidak bisa anak dengan hemofilia cukup ditangani oleh dokter anak saja atau dokter hematologi saja. Tapi tatalaksananya juga harus secara multidisiplin,” pungkas dokter Novie.(*)
Baca Juga: Gusi Berdarah Bisa Jadi Tanda Penyakit Serius, Atasi Dengan Berbagai Cara yang Mudah Dilakukan Ini
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar