Karenanya Kara pun memutuskan untuk mengikuti program vaksinasi yang diadakan oleh perusahaannya.
"Waktu itu saya [bekerja di] bidangnya cukup terlibat dengan banyak orang, jadi saya merasa perlu segera vaksin, akhirnya saya ikut," ujarnya.
Pada akhir 2021, Kara mengundurkan diri dan pindah kantor ke wilayah Jakarta.
Hal ini membuatnya tidak bisa lagi mengikuti program vaksinasi yang diadakan oleh kantor sebelumnya.
Setelah program vaksinasi ketiga atau booster mulai digelar pemerintah dan masyarakat dapat dengan mudah mengaksesnya, Kara pun mulai mencari informasi.
Pada awal April lalu, Kara mendatangi sejumlah tempat vaksinasi gratis yang diadakan oleh pemerintah.
"Saya datang itu selalu ditolak karena katanya, 'Ini kan vaksin Sinopharm, Vaksin Gotong Royong, kami nggak terima karena Vaksin Gotong Royong itu berbayar dan vaksin booster-nya juga harus Sinopharm'," kenang Kara menirukan ucapan petugas kepadanya.
Baca Juga: Kasus Hepatitis Akut Misterius di Indonesia Dipertanyakan Pakar, Ada Apa?
Sejauh ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan memang baru mengizinkan penerima vaksin primer Sinopharm untuk mendapat booster dari jenis yang sama.
Lantaran berulang kali ditolak, Kara pun mendapat informasi terkait sebuah klinik di Jakarta Selatan yang melayani vaksinasi booster dengan syarat pemesanan minimal dua dosis.
Tetapi, Kara harus membayar sebesar Rp300.000 per dosis.
Keluhan serupa juga muncul di media sosial.
Source | : | Who.int,BBC Indonesia |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar