“Itu (gejala Covid-19) cenderung menjadi fenomena yang relatif ringan dan berumur pendek,” Schaffner menegaskan.
Infeksi ulang atau perkembangan resistensi terhadap obat dirasa bukan menjadi penyebab kondisi ini terjadi.
Satu teori yang cukup meyakinkan yakni lima har pengobatan menggunakan Paxlovid sukses mengurangi sejumlah virus di tubuh, tapi tidak menghilangkannya secara keseluruhan.
Sementara itu, imunitas tubuh berada di posisi belakang saat pengobatan antivirus mengambil alih dalam memberikan perlindungan pada tubuh.
Sehingga saat Paxlovid berhenti digunakan, virus mempunyai kesempatan untuk berkembang dengan sendirinya, menurut Robert Wachter, M.D., profesor dan ketua departemen kedokteran University of California, San Francisco (UCSF).
Para peneliti saat ini tengah mencari tahu, apakah waktu pengobatan yang diperpanjang bisa menyelesaikan masalah tersebut.
Direktur Office of Infectious Diseases di FDA mengatakan, untuk saat ini belum ada bukti bahwa hal tersebut bermanfaat.
Baca Juga: Bisnis Antigen Dikondisi Pandemi Saat Ini, Siap-siap Gulung Tikar?
Munculnya lagi gejala Covid-19 yang terjadi sangat singkat, bisa dianggap sebagai hal yang normal pada beberapa orang, tidak peduli dengan obat apa yang dikonsumsi.
Rebound muncul sekitar 1 hingga 2 persen peserta uji klinis Paxlovid, baik pada yang menerima plasebo dan mereka yang mennggunakan perawatan.
Isolasi dan penggunaan masker
Tak hanya membut seseorang mengalami gejala Covid-19 yang panjang, tapi ini juga menyebabkan durasi melakukan isolasi dan pemakaian masker juga menjadi lebih lama.
Source | : | Aarp.org |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar