GridHEALTH.id - Apapun motif di belakang kasusnya, diketahui Irjen Pol Ferdy Sambo membunuh ajudannya Brigadir J karena marah besar atas sikap Brigadir J terhadap istri Sambo.
Entah benar atau tidak karena kebenaran kelak akan terungkap di pengadilan, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Koentjoro menilai ada berbagai hal yang dilakukan orang dalam hal mengkespresikan kemarahan.
"Karena terjadi akumulasi energi. Jadi, kalau orang bicara, itu ada media katarsis. Orang nangis, itu katarsis. Itu sama dengan Ferdy Sambo. Itu kasusnya sama dia. Itu biar keliatan sadisnya begitu. Itu kalau Ferdy Sambo itu karena dia menekan (dan) jengkel menjadi satu. Jadi energinya kuat menjadi satu," kata Koentjoro dikutip dari merdeka.com (10/08/2022).
Lebih lanjut, Koentjoro menjelaskan akumulasi energi ini merupakan ciri khusus orang pendiam yang dapat menyakiti orang lain atau diri sendiri.
"Bukan bipolar. Itu ciri khusus orang yang pendiam itu biasanya kalau dia bisa jadi penyiksa yang kejam atau kadang-kadang bunuh diri.
Jadi, menyakiti orang lain atau menyakiti diri sendiri. Kalau menyakiti diri sendiri itu bunuh diri, kalau menyakiti orang lain." jelas Koentjoro.
Koentjoro juga mengatakan perilaku ini bukan merupakan penyakit mental dan murni adanya akumulasi dari energi yang tertahankan.
"Bukan penyakit mental karena dia enggak punya kelainan apa-apa. Karena ada akumulasi kemarahan, energinya juga terakumulasi di situ. Kemudian, yaudah nekat dan itu tidak direncanakan yang seperti itu biasanya.
Tapi biasanya kemudian, diikuti rasa kecewa dan sebagainya karena dia tidak bisa mengendalikan emosinya itu tadi," beber Koentjoro.
Koentjoro pun menambahkan jika orang dapat mengendalikan kemarahannya, ia akan mengungkapkan amarahnya tersebut.
Profesor Psikologi Sosial Universitas Michigan di Amerika Serikat, Richard Nisbett mengatakan dia lebih suka putranya memiliki pengendalian diri yang tinggi daripada kecerdasan.
Pengendalian diri adalah kunci kehidupan yang berfungsi dengan baik, karena otak kita membuat kita mudah [rentan] terhadap segala macam pengaruh, katanya dikutip dari Science Direct (07/05/2021).
Baca Juga: Kesepian Bisa Membunuh, Periksa Diri Anda Apakah Mengalami Gejala-gejala Ini
Menonton film yang menampilkan tindakan kekerasan membuat kita cenderung melakukan tindakan kekerasan.
Bahkan hanya mendengarkan retorika kekerasan membuat kita lebih cenderung menjadi kekerasan. Ironisnya, neuron cermin yang sama yang membuat kita berempati membuat kita juga sangat rentan terhadap segala macam pengaruh.
Inilah sebabnya mengapa mekanisme kontrol sangat penting. Nisbett mengatakan, kontrol diri seseorang terhadap kemarahan hanya bisa dicapai dengan latihan bertahun-tahun sejak kecil, dengan dukungan dari keluarganya uhtuk mengarahkan kemarahan anak.
"Patut diingat juga bahwa orangtua menjadi cermin anak. Bagaimana orangtua menyalurkan ekspresi kemarahannya dan pengendaliannya terhadap rasa marah, menjadi contoh bagi anak untuk melakukan hal yang serupa." (*)
Source | : | Science Direct,merdeka.com |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar