Devi Sridhar, ketua kesehatan global di Universitas Edinburgh, Skotlandia, mengatakan bahwa terlalu dini untuk membunyikan alarm untuk kondisi ini.
“Ini jelas mengkhawatirkan, tetapi kami masih membutuhkan informasi penting tentang penularan dan mudah-mudahan (tentang) penyebab yang mendasarinya,” pungkasnya, dikutip dari The Telegraph, Jumat (2/9/2022).
Sementara itu, epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman, mengatakan bahwa pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk pneumonia misterius ini.
Apalagi, sudah ada kematian yang dilaporkan dari orang-orang yang terinfeksi dan terlebih dunia semakin rentan terhadap wabah.
Oleh karena itu, Dicky mengingatkan agar masyarakat tidak kendor menerapkan protokol kesehatan dalam kehidupan kesehari-hari.
“Di tengah situasi dunia yang semakin rentan dan rawan wabah ini, pelonggaran itu harus dilakukan sangat hati-hati dan terukur, terutama dalam kaitannya proteksi public health seperti masalah perubahan perilaku memakai masker, cuci tangan, menghindari kerumunan,” kata Dicky dikutip dari Kompas.com, Jumat (2/9/2022).
Lebih lanjut, ia menjelaskan kalau protokol kesehatan yang selama ini dilakukan seperti mencuci tangan, memakai masker, dan menjauhi kerumunan adalah cara efektif mencegah penyebaran wabah.
“Enggak mesti lockdown, enggak mesti PPKM level 3 dan 4, (tapi memakai masker). Kita ini dalam situasi, ibaratnya dunia adalah tubuh manusia yang sudah kena sakit parah,” ujarnya.
“Kalau mau kita pulih, ya jangan langsung segala dibolehkan (pelonggaran prokes),” tambah Dicky.
Pneumonia adalah peradangan yang terjadi pada jaringan di salah satu atau kedua bilik paru. Umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus.
Seseorang yang terinfeksi akan mengalami batuk-batuk, sulit bernapas, detak jantung cepat, hingga nyeri dada. (*)
Baca Juga: Tanda-tanda Terkena Penyakit Infeksi Paru Pneumonia Bakteri, Periksa Ke Dokter Jika Mengalaminya
Source | : | Kompas.com,The Telegraph,Buenos Aires Times |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar