GridHEALTH.id - Keriput dan garis-garis halus di wajah, merupakan tanda penuaan yang terjadi secara alami.
Namun bagi orang yang sangat mementingkan penampilan, kerutan di wajah dirasa cukup mengganggu dan mengurangi keindahan.
Maka tidak jarang, perawatan Toksin Botulinum A (BoNT-A) atau yang dikenal dengan suntik botox, dipilih untuk menghilangkan kerutan di wajah.
Apa itu BoNT-A?
Konsultan Dermato-venerologist dr Lis Surachmiati Suseno, Sp.Kk menjelaskan, BoNT-A merupakan bahan obat yang tersedia dalam bentuk suntikan, berasal dari bakteri Clostridium botulinum.
Ketika disuntikan ke kulit, maka akan menimbulkan reaksi kelumpuhan jaringan otot, yang memicu terjadinya kerutan. Sehingga ketika terhalang, maka kerutan pun tidak terlihat.
“(BoNT-A) Sudah digunakan sejak tahun 1988, mulanya untuk menghilangkan mata yang juling. Kemudian dokter mata yang menggunakannya, melihat bahwa pasien yang diobati, kerutannya juga hilang,” kata dokter Lis dalam panel diskusi yang diadakan Merz Aesthetics, Jakarta, Kamis (29/09/2022).
Usia muda melakukan suntik botox
Sejak 1999 hingga saat ini, suntik botox pun menjadi salah satu prosedur estetika yang banyak dilakukan oleh orang-orang.
Rata-rata usia orang yang melakukan perawatan penghilang keriput seperti suntik botox, berkisar di angka 37 tahun.
Akan tetapi, belakangan tren ini juga banyak dilakukan oleh anak muda, terutama di Thailand dan Korea Selatan, agar terhindar dari keriput.
Baca Juga: Dilakukan Setiap Hari, Ternyata 6 Kebiasaan Ini Bikin Kulit Keriput
Tidak hanya di wajah, perawatan kecantikan ini juga banyak dilakukan di bagian tubuh lain, misalnya saja bokong.
Dokter Lis mengatakan, sebaiknya injeksi BoNT-A dilakukan ketika sudah memasuki usia 21 tahun.
“Kalo di Indonesia, usia 21 (tahun) baru dianggap dewasa. Jadi, kalau kita ada pasien umur di bawah 21, tidak bisa ada tindakan,” ujarnya.
Efek suntik botox usia muda
Berdasarkan sebuah studi riset yang dilakukan pada 2018 dan 2021, pasien yang menjalani suntik botox melaporkan telah mengalami penurunan kemanjuran.
Seperti yang diketahui, perawatan kecantikan ini efeknya hanya bersifat sementara dan dibutuhkan penyuntikan berulang untuk mempertahankannya.
Karena merupakan protein bakteri asing, injeksi yang berulang dapat menyebabkan terbentuknya antibodi, termasuk antibodi netrasilasi (NAbs) yang melawan aktivitas biologisnya.
Sehingga, membuat pasien mengalami imunoresistensi atau merasa efek yang didapat tidak sama bahkan ada yang sama sekali tidak merasakan perubahan.
Lantran kondisi ini, banyak pasien meminta dokter untuk meningkatkan dosis injeksi BoNT-A pada perawatan berikutnya dan biasanya jaraknya pun jadi semakin sedikit.
“Dosisnya itu jadi semakin besar, semakin besar. Tentunya akan ada riisko imunogenesis dan elbih banyak mereka terkekspos, risikonya maka akan lebih tinggi,” kata Dr Niamh Corduff, dokter bedah plastik asal Australia.
Meski risiko ini belum tentu dialami oleh semua orang, tapi penting untuk mengetahui risiko dampak panjang yang berkaitan dengan kesehatan tubuh dari peningkatan dosis, interval, dan frekuensi dalam melakukan perawatan injeksi BoNT-A atau suntik botox. (*)
Baca Juga: 6 Makanan Awet Muda, Membuat Kulit Kencang, Enak dan Nagih Banget
Source | : | liputan lapangan |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar