Alasan Dibalik Paracetamol Sirup Harus Hati-hati Digunakan Sementara Waktu
Belajar dari kasus gangguan ginjal pada anak di Gambia, Afrika yang disebut disebabkan oleh adanya kontaminasi dalam paracetamol sirup akibat ada kontaminan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), Indonesia pun melakukan langkah pencegahan dini.
"Diminta membatasi peresepan, ini sebenarnya terkait dengan penemuan masalah gangguan ginjal yang sifatnya akut atau tiba-tiba yang terjadi sporadis di banyak provinsi," kata dr. Andi Khomeini Takdir, SpPD menjelaskan latar belakang kehati-hatian ini saat diwawancara oleh tim GridHEALTH.id pada Rabu (19/10/2022).
"Kontaminan itu aslinya obat itu tidak berisi itu (EG dan DEG) dan memang dari BPOM dan juga BPOMnya negara-negara lain sudah menetapkan, kalau bisa tidak ada dalam obat atau kalaupun ada itu minimal banget, jadi udah ada standarisasinya,
"Pihak BPOM kita dan Kemenkes kita juga sudah lama mengatur itu, tapi yang namanya kontaminan itu bisa saja terjadi di beberapa tempat yang harus diperiksa ya, misal di gudangnyakah, di apoteknya kah, atau di mananya, ini semualah item-item yang harus dievaluasi," ujar dr. Andi Khomeini Takdir, SpPD membahas mengenai evaluasi standarisasi.
"Daripada penyakit itu ada di mana-mana, khawatir terjadi meluas, mending dibatasi dulu, itu saya pikir ide awal pembatasan penggunaan obat," sambungnya.
Lebih lanjut dr. Andi Khomeini Takdir, SpPD menjelaskan alasan adanya kewaspadaan pada paracetamol sirup, "Kalau di anak kan banyaknya demam, jadi penggunaan paracetamol sirup paling banyak, paling luas ya, tapi kan sebenarnya yang diduga oleh Kemenkes itu bukan hanya paracetamol sirup."
"Karena persediaan paracetamol sirup itu butuh pelarut, jadi pelarutnya bukan hanya air, ada campuran lain, karena etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) ini dilarang, maka sebagian menggunakan propilen glikol, nah propilen glikol ini tetap masih ada EG dan DEG itu masih ada sedikit,
"Inilah yang diminta juga dievaluasi sebenarnya kadar batas amannya ada di mana sih," ucap dr. Andi Khomeini Takdir, SpPD.
BPOM sendiri melalui surat edarannya yang dirilis pada Rabu (19/10/2022) menyatakan obat-obat yang beredar di Gambia ini tidak ada di Indonesia, namun demikian sebagai langkah antisipasi maka BPOM melakukan pengawasan secara komprehensif baik dalam pre- maupun post-market.
Jadikan Sebagai Momentum Reevaluasi Semua Pihak
Baca Juga: Obat Sirup Jangan Dikonsumsi dan Tidak Diresepkan, Puyer Jadi Solusi?
Source | : | BPOM,Kemenkes RI,wawancara langsung dr. Andi Khomeini Takdir, SpPD |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar