Dibutuhkan kolaborasi dan sinergisitas semua pemangku kesehatan yang harus dikedepankan untuk memperbaiki sistem kesehatan saat ini dan di masa depan.
Mengingat Indonesia dalam bidang kesehatan juga masih mengalami banyak tantangan, seperti:
- Persoalan penyakit-penyakit yang belum tuntas diatasi (misalnya, TBC, gizi buruk, kematian ibu-anak/KIA, penyakit-penyakit triple burden yang memerlukan pembiayaan besar)
- Pembiayaan kesehatan melalui sistem JKN
- Pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi
- Rentannya kejahatan siber dalam bidang kesehatan
Kondisi ini menurut dr. Syaifuddin haruslah dihadapi dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat.
Sehingga disebutkan bahwa hal paling urgent yang saat ini harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan.
“Pada 2016 WHO menerbitkan dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030sebagai acuan bagi pembuat kebijakan negara-negara anggota dalam merumuskan kebijakan tenaga kesehatan.
Pemangku kepentingan yang dimaksud dalam dokumen ini bukan hanya pemerintah, tetapi juga pemberi kerja, asosiasi profesi, institusi pendidikan, hingga masyarakat sipil. Hal ini sejalan dengan prinsip governance, dimana pemerintah melibatkan secara aktif pemangku kebijakan lain. Isu pemerataan dan kesejahteraan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas saat ini,” tambah drg. Rustanto dari PDGI. (*)
Baca Juga: Menkes; 70 Persen gagal Ginjal Akut pada Anak di Indonesia Disebabkan 3 Senyawa Kimia Berbahaya
Baca Juga: Update Gagal Ginjal Akut; 146 Fomepizole Sudah Didistribusikan Sebagai Obat Penawar
Source | : | konferensi pers |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar