Kolesterol Tinggi Tidak Boleh Makan Telur, Mitos atau Fakta?
Secara alami telur disebut memiliki kadar tinggi kolesterol, sehingga banyak orang yang mempertanyakan apakah orang dengan kolesterol tinggi dapat mengonsumsi telur.
Melansir dari laman Heart UK, dikatakan bahwa makan tiga sampai empat telur seminggu seharusnya akan baik-baik saja, akan tetapi tetap disarankan untuk membicarakannya dengan dokter atau ahli gizi untuk apa yang terbaik.
Dalam laman mayoclinic.org disebutkan kemungkinan yang menjadikan kolesterol tinggi lebih ada pada cara pengolahan telur, seperti digoreng atau bahan lain yang menjadi pendamping telur, seperti sosis, ham, bacon, bukan secara langsung telur yang mempengaruhinya.
Bahkan disebutkan orang sehat bisa makan hingga tujuh butir telur seminggu tanpa meningkatkan risiko penyakit jantung, tidak berlaku untuk orang dengan diabetes.
Penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi telur ini dapat membantu mencegah jenis stroke tertentu dan kondisi mata serius, degenerasi makula yang dapat menyebabkan kebutaan.
Untuk orang dengan kolesterol yang khawatir akan meningkat kadarnya, bisa juga hanya dengan mengonsumsi putih telurnya saja, karena tidak mengandung lemak tetapi protein.
Satu telur 58 gram rata-rata mengandung sekitar 4,6 gram lemak atau sekitar satu sendok teh dan hanya seperampatnya yang merupakan lemak jenuh. Kuning telur disebut mengandung sedikit lemak, sedangkan putih telurnya hampir tidak mengandung lemak.
Selain lemak, telur disebut juga memiliki protein yang mudah dicerna dan mengandung semua bahan penyusun protein yang dibutuhkan tubuh agar dapat berfungsi baik. Ada juga vitamin dan mineral yang baik termasuk vitamin D, vitamin B- riboflavin, vitamin B12 dan folat.
Dengan kandungannya yang baik untuk tubuh, sekaligus mudah untuk diolah, membuat telur menjadi salah satu bahan makanan yang serba guna dan praktis. (*)
Baca Juga: Simak Cara Efektif Menurunkan Kadar Kolesterol dengan Bahan Alami
Source | : | mayoclinic,Heart UK |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar