Amoeba pemakan otak tersebut, bisa ditemukan air tawar seperti danau ataupun sungai. N. fowleri adalah satu-satunya jenis yang bisa menginfeksi manusia.
Meskipun kasusnya sebenarnya jarang terjadi, tapi apabila manusia terpapar, kondisinya bisa berakhir fatal. Risiko kematian besar, yakni sekitar 97 persen.
Amoeba tersebut masuk ke tubuh manusia melalui hidung dan menjalar ke otak, sehingga terjadilah PAM.
Sebuah infeksi yang mempunyai karakteristik kerusakan pada jaringan otak, pembengkakan, dan kematian.
Tidak dijelaskan secara jelas bagaimana cara pria itu terinfeksi, tapi KDCA telah mengingatkan untuk berhati-hati terutama saat berenang di air yang terkontaminasi.
"Untuk mencegah infeksi amoeba Fowler, lebih berhati-hati saat bepergian ke area di mana amoeba ini telah dilaporkan, hentikan aktivitas berenang dan rekreasi, serta gunakan air bersih," kata Ji Young-mi, direktur KDCA.
Ini bukan kasus yang pertama. Pada November lalu, dilaporkan amoeba ini menyebar di Amerika Serikat, dengan kasus yang terindentifikasi di Iowa dan Nebraska.
Melihat fatalitasnya yang cukup tinggi, tentu menimbulkan kekhawatiran jika terinfeksi. Epidemiolog Dicky Budiman dari Griffith University Australia menjelaskan, kemungkinan kejadian terbilang kecil.
Sejauh ini, amoeba pemakan otak di wilayah ASEAN telah dilaporkan di Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Namun sebagai bentuk kehati-hatian, seseorang yang terbiasa berenang di perairan air tawar untuk menggunakan pelindung hidung. Disarankan juga tidak menggali dasar danau, karena itu tempat amoeba berada.
"Kalau ada gejala demam atau apapun dan punya riwayat menyelam, harus ke dokter walaupun kasus amoeba pemakan otak ini kasus yang jarang," pungkas Dicky dikutip dari Kompas.com, Sabtu (31/12/2022).
Setelah beraktivitas di danau atau sungai, juga diminta untuk mandi yang bersih untuk mencegah amoeba pemakan otak. (*)
Baca Juga: Jangan Dibiarkan, Ini Cara Mengatasi Sakit Kepala Hebat Akibat Kolesterol Tinggi
Source | : | Kompas.com,IFL Science |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar