Sama halnya, dengan stunting, saat pemaknaan stunting ini menjadi salah, maka dikhawatirkan dalam penelitian HCC disebutkan memicu kondisi kesehatan yang semakin buruk, seperti:
- Kepercayaan bahwa kondisi ini pasti faktor keturunan
- Beranggapan bahwa kondisi ini tidak berhubungan dengan kelahiran prematur
Selain dua hal ini, terkait kesalahan dalam pemaknaan stunting, temuan lain dari HCC menyebutkan ada beberapa hal yang dipercaya oleh masyarakat tidak sejalan dengan teori atau salah kaprah, seperti:
- Tidak dapat menghambat perkembangan otak, padahal secara teori dikatakan stunting dapat menghambat perkembangan otak
- Bukan karena kurang gizi, secara teori disebut akibat malnutrisi kronis dan menjadi kondisi medis kronis
- Tidak ada hubungan dengan kesulitan membeli dan mengakses makanan bergizi, teori mengatakan keterjangkauan pangan bergizi sangat mempengaruhi kondisi ini
- Bukan karena kesalahan atau kelemahan pola asuh, nyatanya teori menyebut kondisi ini berkaitan dengan parenting
- Tidak dipengaruhi oleh aspek sosio-ekonomi keluarga, teori menyebutkan kondisi ini sangat berkaitan dengan ketahanan keluarga
Dengan ditemukannya hasil penelitian ini, maka tidak cukup sampai masyarakat percaya bahwa stunting benar-benar terjadi di Indonesia dan berbahaya, namun saat pemaknaan stunting menjadi salah, maka akan membawa dampak buruk pada kualitas sumberdaya manusia.
Meski dampak utama stunting adalah gangguan kognitif, namun menjadikan stunting sebagai ejekan dan terkesan buruk sepertinya perlu dihindari, karena hanya akan membuat permasalahan terkait stunting semakin sulit diselesaikan. (*)
Baca Juga: Indonesia Turunkan Angka Stunting Hingga 3 Persen di 2022, Mampukah? Ini Upaya yang Ditempuh
Source | : | CNN,Liputan langsung Media Briefing Hasil Studi Pemaknaan Stunti |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar