GridHEALTH.id - Sepertinya tidak semua dari kita yang familiar dengan istilah satu ini, burning mouth syndrome (BMS).
Tapi jika klinisnya, sepertinya banyak yang sadar telah mengalaminya.
Untuk diketahui, burning mouth syndrome (BMS) adalah kondisi kronis dengan keluhan sensasi terbakar pada lapisan rongga mulut (mukosa).
Keluhan ini paling umum terjadi pada ujung bagian depan lidah, lalu pada bibir bagian dalam (mukosa bibir), dan terkadang pada langit-langit mulut.
Rasa nyeri terbakar ini juga sering muncul bersamaan dengan keluhan kesemutan atau mati rasa, dan sensasi mulut kering.
Baca Juga: Cara Mengatasi Perut Kembung dan Masalah Pencernaan dengan Jahe Hangat
Pada dua per tiga orang yang mengalami BMS, mereka juga mengalami adanya penurunan kemampuan pengecap dan adanya rasa pahit atau rasa seperti logam.
Meskipun terdapat keluhan-keluhan ini, kondisi mukosa rongga mulut dan jumlah air liurnya normal.
Pada orang dengan BMS, kondisi rongga mulut tampak normal sehingga tidak ditemukan adanya masalah yang jelas pada rongga mulut.
Sensasi terbakar pada BMS dapat bervariasi sedang sampai berat.
Banyak pasien, menurut artikel yang direview drg. Masita Mandasari. Ph.D. Sp.PM, Dokter Gigi Spesialis Penyakit Mulut, RS Pondok Indah - Puri Indah, mendeskripsikan sensasi terbakar ini seperti nyeri atau “ledes” setelah mengonsumsi makanan atau minuman panas.
Baca Juga: Tak Perlu Pakai Obat, Coba Teknik Titik Pijat Perut Kembung di Bagian Ini
Rasa nyeri terbakar terjadi secara simetris dan bilateral di rongga mulut, terasanya setiap hari hampir sepanjang hari.
Biasanya rasa nyeri terasa paling ringan atau tidak ada sama sekali pada pagi hari dan saat makan, juga jarang mengganggu waktu tidur.
Oh iya BMS pun dapat terjadi bersamaan dengan sensasi terbakar yang dapat disebabkan oleh kondisi lokal atau sistemik tertentu.
Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan menyeluruh oleh dokter gigi untuk menentukan, apakah hal tersebut adalah BMS yang sesungguhnya, atau sensasi terbakar pada rongga mulut yang disebabkan oleh kondisi atau penyakit lainnya.
Pria dan wanita berisiko mengalami burning mouth syndrome, semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Baca Juga: Ashanty Masuk Rumah Sakit, Ini Dua Penyakit Berat yang Sempat Diidapnya
Tapi wanita tujuh kali lipat lebih banyak mengalami BMS dibandingkan pria.
Hal ini disebabkan oleh adanya faktor biologis, sosial, budaya, dan psikologis yang melekat pada wanita.
Menurut penelitian, kelompok wanita berusia 60-69 tahun adalah yang paling sering mengalami BMS yaitu mereka sedang memasuki masa postmenopausal.
Sementara 10-40 persen lainnya adalah kelompok wanita yang memiliki gejala menopause. BMS sering dikaitkan dengan adanya kejadian yang membuat stres, cemas, atau depresi karena kondisi ini dapat mengubah persepsi rasa nyeri.
Tidak ada cara untuk menghindari BMS, karena penyebab pasti kondisi ini belum diketahui secara pasti.
BMS muncul secara tiba-tiba dan dapat berlanjut selama bertahun-tahun.
Menurut penelitian, hanya sebanyak 3 persen kasus BMS yang mengalami kesembuhan setelah observasi selama 5 tahun dan bahkan dengan perawatan.
Meskipun demikian, dokter gigi spesialis penyakit mulut dapat membantu memberikan tata laksana untuk membantu meringankan keluhan yang dirasakan oleh pasien dengan BMS.
Tata laksana burning mouth syndromedapat dilakukan dengan pengobatan, tata laksana psikologis, dan/atau kombinasi dari keduanya.
Karena BMS dapat berhubungan dengan kondisi psikologis pasien, terkadang pengobatan saja tidak cukup untuk menanganinya.
Baca Juga: Meghan Trainor Mengalami Kehamilan Sungsang dan Beginilah Solusi Saat Melahirkan
Sayangnya, banyak pasien menolak untuk melakukan konseling psikologis terkait keluhan BMS karena menganggap bahwa keluhan terbakar pada rongga mulut ini tidak terkait dengan kondisi psikologis mereka.
Burning mouth syndrome memang tidak mengenakkan dan tidak mudah untuk didiagnosis.
Pasien terkadang bingung ketika mengalami mulut panas dan kering tetapi tidak ditemukan kelainan apapun pada rongga mulutnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan kesabaran dari pasien dan dokter untuk bersama-sama menjalani proses pemeriksaan sampai sindrom ini dapat didiagnosis dengan tepat. (*)
Source | : | rspondokindah-BMS |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar