GridHEALTH.id – Seorang ibu memberikan minuman susu kental manis dan kopi sebagai santapan harian membuat heboh warganet beberapa bulan lalu.
Ini kata dokter anak dan pengamat sosial dalam menanggapi isu ini, bagaimana kental manis masih menjadi susu. Simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Sebuah akun Twitter @afrkml mengunggah video yang di dalamnya memperlihatkan seorang ibu memberikan bayinya dengan kental manis dan kopi.
““Susu kental manis itu bukan susu!” Ya iyasih bener, tapi bukan berarti bayi boleh dikasih kopi-susu mentang-mentang ada susunya. Sebaiknya para orangtua ini harus banyak belajar dari yang ngerti daripada sok tau, sehingga berisiko membahayakan anaknya sendiri,” tulis akun @afrkml di Twitter.
Video tersebut berasal dari TikTok dengan akun bernama Adinda Yana, dalam video tersebut tertulis, “Bayi minum kopi Good Day kan ada susunya, daripada dikasih susu Frisian Flag katanya nda ada susunya.”
Aksi ibu yang memberikan minuman kopi ke bayi berusia 7 bulan ini pun menuai kecaman di masyarakat. Terlebih berdasarkan cerita dari sang ibu, anaknya mengalami diare hingga sembilan kali.
Di momen lainnya, ternyata sang ibu juga sudah pernah memberikan makanan hingga minuman tak biasa untuk bayi seusianya, seperti susu kental manis hingga nasi ayam pedas.
Setelah ditelusuri dan dilakukan pemeriksaan kepada sang ibu, diketahui bahwa motif yang melatar belakanginya adalah keuangan.
Menanggapi kasus ini, dr. Agnes Tri Harjaningrum Sp. A. menyatakan bahwa literasi masyarakat Indonesia masih kurang dan kompleks, sehingga kasus seperti ini masih sering terjadi.
“(Hal) yang paling saya garisbawahi sebenarnya literasi masyarakat, menurut saya literasi ini yang sangat-sangat penting,” kata acara dr. Agnes Tri Harjaningrum Sp. A. dalam acara Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) siang ini (14/02/2023).
Penelitian membuktikan salah satu penyebab malnutrisi adalah karena ketidaktahuan orangtua, “Gimana anaknya mau makan yang bener, kalau orangtuanya sendiri tidak punya behavior untuk healthy lifestyle, healthy eating.”
Baca Juga: Literasi Gizi Rendah, Faktor Masih Tingginya Anak Indikasi Stunting
Data lain yang disebutkan oleh dr. Agnes menunjukkan anak usia 15 tahun di Indonesia yang disurvei berada di rangking terbawah dari tahun 2.000 hingga tahun 2018, selalu dirangking hampir terbawah, “Tahun dua ribu yang terakhir itu dia dari 80 ke 74,” katanya.
Dokter Agnes menyebutkan bahwa penting untuk orangtua memahami bagaimana pemberian MPASI yang benar perlu dilakukan.
“Ada beberapa yang memang tidak dianjurkan untuk anak ya, misalnya kopi, jus buah untuk anak di bawah satu tahun gaboleh,” katanya, jika tidak maka akan memberikan dampak yang buruk bagi anak.
Dampak ini bisa berkaitan dengan malnutrisi, yang pada akhirnya secara tidak langsung menyebabkan stunting dan pada akhirnya berisiko menjadi beban negara.
Selain itu, konsumsi gula berlebih pada anak juga sangat berisiko pada obesitas, dimana dari obesitas inilah muncul beragam jenis penyakit, seperti sindrom metabolik yang bisa berupa diabetes, jantung, dan kolesterol.
Dilihat dari jangka pendek, pemberian kental manis dan minuman lainnya yang tidak dianjurkan untuk bayi juga bisa menyebabkan sembelit hingga masalah gigi.
Dengan adanya kasus ini, Devie Rahmawati seorang pengamat sosial menyebutkan dengan adanya isu ini menjadi salah satu tanda dari adanya eksploitasi pada anak dan sayangnya kasus ini bukanlah yang pertama kali menjadi korban eksploitasi anak demi kepentingan ekonomi.
“Anak dalam hal ini menjadi korban, ini bukan satu dua kali anak-anak menjadi korban eksploitasi ekonomi, karena sekarang ada sosial media, maka terungkaplah kasus-kasus seperti ini, yang sebenarnya sudah panjang sekali catatan mengenai bagaimana anak tidak diberlakukan sebagaimana mestinya,” kata Devie dalam kesempatan yang sama.
Media sosial memang menjadi ruang baru dan menjadi tantangan bagaimana informasi yang berkembang di masyarakat bisa dengan cepat didapat, tanpa melihat kebenaran di dalamnya.
Devie menyebutkan pentingnya setiap orang untuk cek fakta sebelum mempercayai berita, karena bisa saja informasi yang dibaca tidak sesuai dengan literasi ilmiah.
Selain itu, Devie juga mengingatkan dalam memanfaatkan media digital agar menjadi bermanfaat, seperti sosial media harus menerapkan 5A, aware, appeal, ask, act, dan advocate. (*)
Baca Juga: Cara Menyembuhkan Anak Stunting, Bisakah? Ini Penjelasan Dokter Anak
Source | : | tribunnews,Acara Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar