GridHealth.id - Pencegahan tengkes atau stunting hingga saat ini masih tetap dikumandangkan oleh fasilitas kesehatan.
Pasalnya, World Health Organization (WHO) menganjurkan untuk setiap negara memiliki angka stunting di bawah 20 persen.
Lalu di Indonesia sendiri, di tahun 2022 angka kejadian stunting masih 21,6 persen.
Sehingga bisa dibilang angka di tanah air masih melebihi angka yang diberikan oleh WHO.
Berangkat dari permasalahan tersebut, kini banyak tenaga medis yang harus melakukan edukasi agar pencegahan stunting bisa dilakukan.
Sebab stunting sendiri merupakan kondisi yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronik.
Biasanya stunting diawali dengan penurunan berat badan yang bisa menyebabkan perawakan pendek.
Bukan dalam jangka waktu singkat, pasalnya stunting bisa terjadi karena kekurangan nutrisi dalam jangka panjang atau infeksi berulang terutama pada masa tumbuh kembangnya.
Sehingga kita sebagai orangtua pun harus memerhatikan apakah gizi anak sudah tercukup apa belum, lalu apa yang harus dilakukan jika kita merasa gizi anak belum tercukupi?
Hal ini dibahas oleh Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K) selaku Dokter Anak Konsultan Neonatologi dalam acara "Kontribusi Rumah Sakit Dukung Aksi Integrasi Percepatan Penurunan Prevalensi Tengkes" bersama Fresenius Kabi Indonesia secara daring.
Baca Juga: Klinik di Medan yang Fokus Menangani Penyakit Tidak Menular, Mulai dari Stunting hingga Diabetes
Beliau mengatakan satu-satunya cara untuk melihat apakah anak cukup gizi atau tidak adalah dari grafik pertumbuhan.
"Apapun itu kita harus lihat grafiknya, kita punya target yang harus dipenuhi.
Setiap anak punya target berbeda-beda ya, jadi memang harus lihat grafiknya jika bicara soal gizi," ujar Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K).
Ia pun memberikan berbagai alternatif untuk menambah gizi anak.
"Sebagian besar (tidak seluruhnya) anak-anak itu cukup diberikan ASI sampai usia enam bulan, saya ulangi sebagian besar ya, dan ini untuk anak-anak yang lahir cukup bulan.
Bagaimana kita tahu anak sudah cukup gizi? Lihat lagi grafiknya, berat dikali tingginya, lingkar kepalanya oke.
Ketika bayi dinyatakan tidak cukup (gizi), saat masuk ke empat sampai enam bulan, silahkan saja ditambah dengan makanan tambahan.
Jangan pikirkan dulu (susu) formula. Tetapi kalau bayi sudah terdeteksi kurang pertumbuhannya sejak usia di bawah empat bulan, baru boleh berikan susu, tidak boleh makanan tambahan. Terserah mau susu (ASI donor) atau memakai susu formula," tegasnya.
Beliau juga menyampaikan jangan sampai orangtua memaksakan kehendak soal ASI eksklusif yang pada akhirnya bisa membuat bayi tidak cukup gizi di usia enam bulan.
"Cukup dan tidaknya gizi anak itu harus dilihat dari grafik, tidak ada cara lain, tidak bisa ditengok-tengok.
Jadi mau tidak mau, suka tidak suka, ibu harus memahami grafik pertumbuhan anak atau bayi.
Jadi jangan sampai anak dipaksa-paksa untuk minum formula atau memaksakan kehendak ingin ASI eksklusif enam bulan eh jadinya bayi tidak cukup gizi," tandas Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K).
Baca Juga: Cara Menyembuhkan Anak Stunting, Bisakah? Ini Penjelasan Dokter Anak
Terlepas dari itu semua, peran rumah sakit dalam mengedukasi masyarakat tentu sangat besar, hal tersebut juga disampaikan oleh Dr. dr Lies Dina Liastuti, Sp.JP(K), MARS., FIHA selaku Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo dalam acara yang sama.
Beliau mengatakan bahwa deteksi dini, pengamatan, edukasi, dan perawatan adalah hal terpenting dalam kasus stunting.
"Di rumah sakit itu dokter punya dua tugas, nah dokter itu saat mendiagnosis itu menggunakan cara deduksi. Dari data yang namanya tanya-jawab, pemeriksaan fisik, baru alat penunjang.
Nah untuk bisa mendeteksi dulu nih apakah anak ini akan stunting pasti akan ada pemeriksaan pada ibu hamil, dari USG dan lainnya, dari situ kita bisa tahu dulu nih ukuran bayi dan berat badan ibu.
Lalu melalui berbagai parameter-parameter itu baru kita bisa tahu apakah ini harus ditangani secara khusus.
Kemudian pada bayi itu juga akan dilihat apakah ada kelainan bawaannya, dengan itu kita tahu pertumbuhannya kurang bagus, jangan-jangan jantungnya tidak menutup sehingga ada bocor dan sebagainya," ujar Dr. dr Lies Dina Liastuti, Sp.JP(K), MARS., FIHA.
Sehingga saat dokter menemukan ada perbedaan, maka akan ada edukasi untuk makanan ibu hamil melalui dokter gizi.
Selain itu ibu hamil juga akan diajari berbagai gejala yang harus langsung ditangani oleh rumah sakit supaya tidak prematur misalnya.
Bahkan Prof Rina pun sebagai perwakilan sudah memiliki banyak data soal rumah sakit yang memadai di Indonesia untuk kasus seperti ini.
Sebagai bentuk kepedulian, beliau juga sudah melakukan edukasi dimana-mana soal masalah stunting.
"Selain itu, Prof Rina juga punya peta rumah sakit mana yang punya NICU, lalu cukup atau tidaknya dokter anak di dalamnya, jadi kami melakukan edukasi kemana-mana," tandasnya.(*)
Baca Juga: Akali Risiko Kenaikan Harga Pangan Supaya Tetap Bisa Berikan Gizi Cukup, Agar Anak Tidak Stunting
Penulis | : | Rachel Anastasia |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar