Selain itu, ada juga beberapa faktor yang mungkin memengaruhi seseorang mengalami skolisis. Salah satu di antaranya adalah riwayat dalam keluarga.
"Lebih tepat bukan faktor keturunan, tapi risiko insidensi. kalau dalam keluarga, terutama kalau ayahnya atau ibunya ada skoliosis, biasanya keluarga generasi keduanya lebih mungkin skoliosis. jadi insidensi lebih tinggi, bukan diturunkan, itu dua hal yang sedikit berbeda," kata dokter Widyastuti.
Ia memaparkan tanda-tanda kondisi ini dapat dilihat secara langsung atau melalui cermin.
"Ada asimetri entah itu tingginya bahu, daerah belikat belakang, tingginya pinggang yang enggak seimbang," jelasnya.
Pengidapnya juga seringkali mengeluhkan gejala berupa pegal-pegal pada tulang belakang.
Apabila mendapati anak mempunyai kondisi serupa, sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan. Sehingga, jika skoliosis pada anak dapat terdeteksi lebih cepat.
Pasalnya pada anak yang masih dalam fase pertumbuhan, seiring bertambahnya tinggi badan, derajat keparahan dari kondisi ini juga berisiko meningkat.
Apabila terdeteksi lebih cepat, tentu dapat dilakukan tindakan yang akan membantu mengurangi ketidaknyamanan serta meminimalisir derajat keparahannya.
"Prinsip skoliosis adalah, kalau masih bertambah tinggi artinya derajat skoliosisnya masih bisa bertambah," ungkap dokter Widyastuti.
"Sehingga pada anak-anak, sangat penting untuk diketahui dini, kalau diketahui dini artinya semoga derajatnya masih kecil sudah ketahuan, maka kita bisa melakukan prevensi, precautions, harapannya tidak berkembang terlalu besar," pungkasnya.
Tak perlu khawatir, tidak semua skoliosis ditangani dengan operasi. Pembedahan hanya dilakukan pada derajat tinggi dan jika masih ringan, perawatan hanya berfokus untuk meminimalisir gejalanya, seperti menggunakan brace. (*)
Baca Juga: Pentingnya Pemberian Makanan Bergizi Tinggi Bagi Anak untuk Cegah Stunting
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar