GridHEALTH.id - Stunting adalah masalah kesehatan yang mengakibatkan seorang anak mengalami gagal tumbuh.
Menyebabkan anak mempunyai tinggi badan yang lebih rendah dibanding standar usianya, kemampuan kognitif yang buruk, dan risiko penyakit tidak menular (PTM) ketika dewasa.
Pada 2022 angka kasus stunting di Indonesia sudah turun mencapai angka 21,6 persen.
Pemerintah juga mempunyai target untuk menurunkan angka kejadian stunting pada 2024 mendatang menjadi 14%, sesuai dengan standar yang ditetapkan WHO.
Untuk mencapai target tersebut, menurut Dokter Ahli Gizi Masyarakat dr. Tan Shot Yen, perlu dipahami apa yang menyebabkan seorang anak stunting.
Pasalnya, sekitar 70 persen kasus stunting itu dapat dicegah, selama mengetahui faktor yang berkontribusi terhadap kondisi ini.
"Saya melihatnya yang paling penting adalah, kita harus paham dulu kontributor stunting itu apa," kata dokter Tan Shot Yen dalam konferensi pers '1000 Days Fund Humanitarian Awards', Kamis (5/10/2023).
Meski masalah kesehatan ini berkaitan erat dengan status gizi seorang anak, tapi ada banyak faktor yang memengaruhi hal tersebut.
"Jadi, kita harus tau dulu penyebab stunting itu apa aja dan tolong diingat, stunting itu tidak semata-mata lekat dengan kemiskinan, lekat dengan ibunya tidak bisa kasih makan, dan sebagainya," ujarnya.
Karena pada kenyataannya, banyak ibu yang paham tentang apa yang baik dan tidak untuk dikonsumsi oleh anak. Namun, anaknya menolak untuk makan.
Selain itu juga, faktor lain yang berpengaruh terhadap risiko stunting pada anak adalah kebiasaan yang dilakukan oleh orangtua.
Baca Juga: Konsumsi Air Minum Tidak Sehat, Ternyata Berisiko Memicu Diare Hingga Stunting
Salah satunya adalah merokok, kebiasaan ini tanpa sadar ternyata dapat meningkatkan risiko seorang anak mengalami gagal tumbuh.
Lebih lanjut, dokter Tan Shot Yen menjelaskan, risiko stunting pada anak dari orangtua yang merokok bukan perkara kandungan nikotinnya.
Melainkan paparan asap rokok secara terus-menerus, yang akan memengaruhi kesehatan seorang anak.
"Orang merokok mau pakai sigaret, cerutu, atau vape itu menghasilkan asap. Asap itu mengandung gas CO, gas karbon monoksida," ujarnya.
"Gas CO kalau diikat oleh sel darah merah, itu ikatannya 200 kali lipat lebih kuat daripada sel darah merah mengikat oksigen," sambungnya.
Alhasil, seorang bayi tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya.
Apalagi jika kebiasaan merokok itu sudah dilakukan jauh sebelum kelahiran buah hati. Paparan asap yang terus-menerus, membuatnya berisiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR).
"Padahal bayi buat tumbuh, anak buat hidup, itu butuhnya oksigen. Jadi kebayang enggak, kalau punya suami ngerokok, istri melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR)," jelas dokter Tan Shot Yen.
Maka dari itu, disarankan untuk mencegah stunting pada anak, sebaiknya sebelum menikah calon orangtua melakukan konseling terlebih dahulu.
Sehingga, betul-betul paham apa yang terbaik untuk anak dan bukan malah mengutamakan keinginannya.
Pasalnya, apapun yang dilakukan oleh orangtua, misalnya kebiasaan sehari-hari, akan ditiru oleh anak dan berpengaruh terhadap kondisi kesehatannya. (*)
Baca Juga: 5 Makanan Bergizi untuk Cegah Stunting, Gak Perlu Keluar Uang Banyak!
Source | : | liputan |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar