Profesor Adi Utari dari UGM, yang telah meneliti tentang nyamuk wolbachia selama 12 tahun terakhir, melakukan uji coba dan implementasi di dua kota di Yogyakarta. Hasilnya menunjukkan tingkat keberhasilan yang luar biasa, dengan penurunan kasus DBD sebesar 70 persen dan permintaan fogging di masyarakat turun 84 persen.
Anhar menjelaskan lebih lanjut bahwa Kementerian Kesehatan telah membentuk tim analisis risiko, dan hasilnya menyatakan bahwa program ini aman dan berhasil.
Ia menjamin kepada masyarakat bahwa tidak perlu khawatir karena program nyamuk wolbachia ini telah melalui uji coba. Dari hasil analisis risiko, program ini terbukti aman hingga 30 tahun ke depan.
Saat ini, telur Wolbachia telah disebar di Kelurahan Pasanggrahan, Kecamatan Ujungberung, dengan jumlah mencapai 123.000 - 154.000 telur yang ditempatkan dalam 308 ember.
Program ini akan melalui beberapa fase, yaitu fase penyebaran nyamuk selama 6 bulan, diikuti oleh fase dampaknya sekitar 1 sampai 2 tahun kemudian.
Anhar menekankan bahwa program ini diharapkan dapat mengurangi kasus DBD di Kota Bandung. Meskipun begitu, implementasi wolbachia ini tidak menggantikan seluruh upaya pencegahan DBD yang sudah ada.
Langkah-langkah sebelumnya, seperti 3M (menguras, menutup, dan mengubur), fogging sesuai indikasi, dan Gerakan Satu Rumah Satu Juru Jumantik, tetap akan dilakukan.
"Kalau memang ini bisa diterapkan secara merata, harapannya angka kasus bisa turun karena virus dengue sudah tidak ada. Lalu, fogging juga bisa berkurang, sehingga dananya bisa dialihkan ke hal lain yang lebih penting," ucapnya.
Baca Juga: Apa Itu Nyamuk Wolbachia? Disebar Kemenkes untuk Menangkal DBD
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
Komentar