Survei tersebut menunjukkan, Indonesia belum memiliki perawat dengan spesialis onkologi.
Soeko memperhitungkan, setidaknya dalam 20 hingga 30 pasien, dibutuhkan satu orang perawat spesialis.
Ini menjadi hal yang penting, karena kanker merupakan penyakit yang rumit, mulai dari diagnostik hingga ke tatalaksananya.
Peran perawat spesialis onkologi sangat penting dalam hal ini, karena berhubungan langsung dengan pasien dan keluarganya.
Misalnya saja, memberikan pemahaman tentang metode perawatan yang harus dijalankan dan juga mempersiapkan prosesnya.
"Merupakan tanggung jawab organisasi profesi untuk meningkatkan kualitas perawat yang bekerja di layanan onkologi," kata Dr. Kemala Rita Wahidi, SKp., Sp.Kep.Onk, Kepala Bidang Pendidikan & Pelatihan Himpunan Perawat Onkologi Indonesia (HIMPONI).
"Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan seluruh pihak untuk Spesialis Keperawatan Onkologi agar dapat bersinergi dengan para mitra oncologist, dalam memberikan asuhan-pelayanan kanker dalam konsep patient center care, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan," sambungnya.
Situasi ini, kemudian yang menjadi latar belakang kemitraan Roche Indonesia, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI), Pusat Kanker Nasional RS Kanker Dharmais, dan HIMPONI.
Ketua Prodi Ners Spesialis Keperawatan Onkologi Dr. Dewi Gayatri, S.Kp., M.Kes., berharap kemitraan ini dapat meningkatkan kualitas standar perawatan dan hasil perawatan kanker yang lebih baik.
Sejak dilakukan pada 2021, tercatat per Agustus 2023 sudah ada 125 perawat yang bersertifikat keperawatan onkologi dasar dan 25 pelatih bersertifikat ToT Basic Oncology Nursing Training.
Selain itu, ada sekitar 56 orang perawat yang menjadi penerima beasiswa spesialis keperawatan onkologi. (*)
Baca Juga: Kasus Kanker Anak Meningkat Setiap Tahun, Ketersediaan Rumah Perawatan Paliatif Dibutuhkan
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Komentar