GridHEALTH.id - Gangguan pendengaran yang terjadi pada masa kanak-kanak, dapat berpengaruh pada tumbuh kembangnya.
Salah satu efek dari gangguan pendengaran yang dialami oleh anak, yakni kosa kata yang tidak banyak.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2013 gangguan pendengaran pada anak usia 5 tahun ke atas 2,6 persen.
Ini artinya, dari 100 orang anak ada sekitar 2 hingga 3 orang anak yang mengalami gangguan pendengaran.
Dokter spesialis telinga hidung tenggorokan-bedah kepala leher, dr. Ashadi Budi, Sp.THT-BKL, menjelaskan tanda-tanda masalah kesehatan ini dapat dibedakan berdasarkan usia anak.
Pada bayi misalnya, karena belum bisa mengeluh orangtua dapat melihat dari respons yang diberikan oleh Si Kecil.
"Kalau bayi biasanya kaget nangis, risih, dan melakukan reflex morrow (gerakan seperti memeluk)," kata dokter Ashadi.
Orangtua perlu curiga, ketika reaksi tersebut tidak terjadi, apalagi jika suara keras di sekitar tidak menunjukkan reaksi apapun.
Padahal, suara tersebut sudah cukup membuat orang dewasa sekalipun merasa risih atau tidak nyaman.
"(Orangtua) melihat respons bayi 3-4 bulan ke depan, bagaimana respons bayi terhadap suara bising. Kalau normal ada kagetnya itu bagus, tapi kalau terlalu sepi (tidak ada respons) perlu khawatir dan segera periksa," katanya.
Sementara pada anak balita, tanda gangguan pendengaran yang bisa dikenali, yakni respons yang diberikan saat diajak berbicara dirasa aneh.
Baca Juga: Mengenal Bagian-bagian Indera Pendengar Manusia dan Fungsinya
Misalnya harus bicara dengan volume keras, baru bisa mendengar atau ketika diajak berbicara sering mengatakan, "hah".
Sedangkan pada anak yang sudah lebih besar, umumnya mereka sudah bisa mengeluh kurang mendengar.
Adapun beberapa masalah pendengaran yang cukup sering ditemui pada anak-anak meliputi:
Kotoran telinga yang menutup saluran pendengaran, sehingga terjadi masalah hantaran. Untuk mengatasinya, cukup dengan membersihkannya.
Terdapat beberapa jenis otitis media, salah satunya yang bersifat akut. Umumnya disebabkan oleh infeksi, seperti batuk dan pilek.
"Penyakit di mana gendang telinga terisi oleh cairan atau pecah. Otitis media akut terjadi pada anak, karena sering ingusan saluran pendengaran terganggu oleh jumlah lendir," jelasnya.
"Waktu ada otitis media akut, yang diobati batuk pileknya, ketika sudah clear telinganya normal lagi," sambungnya.
Ada pula otitis media kronik, di mana gendang telinga bocor. Pada kondisi ini, anak masih bisa mendengar, tapi menurun dan untuk mengatasinya perlu dilakukan tambal gendang telinga.
Gendang telinga normal, liang telinga normal, akan tetapi tulang pendengaran kaku atau tidak bergerak sama sekali.
"Suara sampai di gendang telinga, tapi kan harus dialirkan ke tulang pendengaran. Tapi tidak berhasil karena tulangnya kaku, sehingga tidak berhasil masuk ke rumah siput," kata dokter dari RS Pondok Indah Bintaro Jaya ini.
Untuk mengatasi otosklerosis, perlu dilakukan tindakan penggantian tulang pendengaran. (*)
Baca Juga: Gangguan Pendengaran Bisa Terjadi pada Penyandang Diabetes Lansia
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar